Ruki Beberkan 6 Alasan Tolak Revisi UU KPK

Plt KPK Taufiequrrachman Ruki menegaskan, setidaknya ada 6 alasan agar revisi UU nomer 30 tentang KPK dihentikan.

oleh Sugeng Triono diperbarui 07 Okt 2015, 18:32 WIB
Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki saat menghadiri konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/2/2015). Ruki memberikan pernyataan terkait kasus AS dan BW (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanan Tugas (Plt) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Taufiequrrachman Ruki mengatakan, seluruh jajaran lembaganya secara tegas menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang saat ini tengah dibahas di DPR.

Menurut Ruki, setidaknya terdapat 6 alasan agar revisi tersebut dihentikan karena jika terus dilanjutkan ini hanya akan menghambat upaya pemberantasan korupsi serta dapat melemahkan lembaganya.

Pertama, kata Ruki, tidak perlu pembatasan masa kerja KPK yang disebutkan paling lama 12 tahun. Karena sesuai Pasal 2 angka 2 TAP MPR, menyatakan MPR mengamanatkan pembentukan KPK.

"Dalam TAP tersebut tidak disebutkan pembatasan waktu," ujar Ruki di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/10/2015).

Alasan kedua, yakni soal penghapusan kewenangan KPK dalam penuntutan, dinilai bertolak belakang dengan kinerja lembaganya. Karena, proses ini tidak dapat dipisahkan dalam penanganan perkara yang terintegrasi.

"Selama ini KPK telah membuktikan kerja sama yang baik dan itu ditunjukan dengan dikabulkannya 100 persen penuntutan KPK," kata Ruki.

Pembatasan penanganan perkara yang masuk dalam draf tersebut juga menjadi hal yang diprotes KPK. Ruki menyebut perkara di atas 50 miliar yang ada dalam draft tersebut tidak mendasar.

"Karena KPK fokusnya kepada subjek hukum, bukan kerugian negara," ujar dia.

Poin Keempat, lanjutnya, KPK memperkuat akuntabilitas dalam pelaksanaan kewenangan penyadapan. berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dimana MK menyatakan, bahwa kewenangan penyadapan KPK tidak melanggar konstitusi, sehingga perlu dipertahankan. "Faktanya selama ini sangat mendukung penanganan perkara di KPK," imbuh Ruki.

Sementara itu, poin kelima yang diprotes KPK adalah mengenai kewenangan lembaga tersebut menerbitkan surat perintah penghentian perkara (SP3). Menurut Ruki, proses hukum itu tidak ada di KPK.

Untuk alasan terakhir, Ruki menginginkan, KPK diberikan kewenangan untuk lakukan rekrutmen pegawai secara mandiri, termasuk penyelidik, penyidik, dan penuntut berdasarkan kompetensinya.

"Jadi bukan berada di jaksa atau polisi. KPK sependapat dengan pendapat presiden untuk menolak revisi UU KPK," pungkas Ruki. (Dms/Mut)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya