Liputan6.com, Jakarta - Sejak namanya disebut-sebut ada di balik pengungkapan kasus dwelling time, Komjen Pol Budi Waseso terus melejit. Hingga akhirnya jabatan sebagai Kabareskrim Polri harus rela ditanggalkan, lantaran diduga sepak terjangnya membuat 'kegaduhan'.
Kini pria yang akrab disapa Buwas ini memimpin Badan Narkotika Nasional (BNN) sejak pada 8 September 2015. Gebrakan demi gebrakan mulai dilakukan untuk membersihkan peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Tanah Air.
Jauh hari sebelum dirinya menjabat Kepala BNN, Buwas sudah berencana mengubah pasal yang mengatur rehabilitasi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Menurut dia, rehabilitasi bisa menjadi celah bagi para bandar agar tidak dipenjara dengan mengaku hanya sebagai pemakai.
Buwas mengatakan, rencana perubahan UU Narkotika itu selaras dengan cita-cita pemerintah untuk memerangi narkoba. Dia ingin penanganan terhadap narkoba lebih efektif dan efisien.
"Jadi gini, nanti kita evaluasi secara keseluruhan. Artinya gini, presiden kan bilang bahwa negara dalam kondisi darurat narkoba. Berarti kita harus mengambil langkah-langkah yang efektif dan efisien. Jadi ini harus dievaluasi, sehingga program pemerintah bisa terlaksana," tutur Buwas, Senin 7 September 2015.
Revisi UU, menurut Buwas, merupakan hal yang lumrah dalam menyempurnakan aturan. "UU itu kan bisa diubah, buatan manusia juga. Artinya di kala evaluasi ada hal-hal yang perlu kita tambahi, ya kita sempurnakan," kata dia.
Nantinya, menurut mantan Kapolda Gorontalo tersebut, jika usulannya bisa diterima, mekanisme seseorang dikatakan sebagai pengguna narkoba akan diputuskan pihak-pihak terkait seperti pengadilan.
"Nanti kita melalui assessment, keputusan hakim, jaksa, Kepolisian dan BNN. Tapi ini kan belum, baru wacana," kata Buwas di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Selasa 15 September 2015.
Namun usulan Buwas ini kurang sependapat dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Menurut dia, bila ada rencana mengubah undang-undang tersebut, BNN perlu membicarakan dengan pemerintah.
"Aturan undang-undang kan mengatur soal kebijakan rehabilitasi pemakai. Sosialisasi soal rehabilitasi pecandu ini sudah kita bicarakan dengan Presiden," kata Yasonna dalam acara syukuran yang digelar oleh Sabam Sirait di Gedung YKI, Matraman, Jakarta Pusat, Minggu 7 September 2015.
Politikus PDIP itu menegaskan, yang perlu mendapatkan hukuman berat adalah para kurir dan bandar yang menyediakan barang tersebut, tidak hanya di kota-kota besar tapi juga hingga ke pelosok daerah.
"Makanya kurir dan bandar itu yang harus dihukum berat. Kalau kurir itu dalam istilah kriminologi yang kita bendung itu narkobanya dari bandar ke dalam menggunakan bandar sindikat, baik asing maupun WNI," jelas Yasonna.
Dia menegaskan, pihaknya akan selektif terhadap kasus narkoba. Di mana, kurir dan bandar narkoba banyak yang mengaku sebagai pengguna. Sebab bandar dan kurir akan tetap mendapatkan hukuman pidana.
"Harus bisa dibedakan antara korban, pengedar, dan kurirnya. Dalam pelantikan saya katakan kalau pengguna narkotika itu direhabilitasi," tandas Yasonna.
Berbeda dengan Menkumham, Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti menyambut rencana Buwas merevisi UU Narkotika. Menurut dia, perubahan regulasi rehabilitasi yang tertuang dalam UU Narkotika merupakan kebijakan nasional.
"Regulasi merupakan kebijakan nasional. Ya silakan saja kalau memang semua kebijakan nasional ini mau diubah. Asal ada persetujuan rakyat. Rakyat ini DPR," ujar Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Senin 7 September 2015.
Badrodin mengatakan pemerintah dan DPR tentu mempunyai landasan dalam setiap membuat undang-undang. Termasuk jika regulasi tersebut harus diubah.
"Pemerintah dan DPR kan pasti ada naskah akademiknya. Kenapa harus diubah, pasti ada alasan-alasannya. Sehingga argumentasi yang tepat yang diuji," pungkas Badrodin.
Perketat Pengawasan
Para aparat penegak hukum harus agresif dalam memberantas peredaran narkoba di Indonesia. Untuk itu, menurut Buwas, ke depan perlu adanya sinergi atau kerja sama antar-penegak hukum, termasuk unsur dari TNI, khususnya Angkatan Laut.
Alasan BNN mendorong kerja sama dengan unsur TNI, kata Buwas, untuk memperketat pengawasan perairan atau pelabuhan-pelabuhan di yang sering menjadi jalur tikus penyelundupan narkoba. Sebab saat ini masih saja ditemukan penyelundupan narkotika dari jalur laut.
"Harus pro-aktif dan masif bekerja sama memberantas narkoba hingga akarnya. Kenapa melibatkan TNI? Saya kira wajar-wajar saja, karena sudah jelas di pantai ada TNI Angkatan Laut," kata Buwas di Mapolda Metro, Jakarta, Rabu 9 September 2015.
Buwas menilai, polisi dan BNN tidak bisa bekerja sendiri-sendiri. TNI juga dibutuhkan untuk menjaga perbatasan wilayah perairan RI. Dia pun mencontohkan, TNI memiliki kewenangan dalam mengawasi kapal ilegal bersama kepolisian perairan, sedangkan polisi menghadang di jalur darat.
"Kapal ilegal tidak bisa masuk ke perairan kita, kewenangan di AL. Di kepolisian ada Polair, nanti mereka masuk ke darat, ada polisi. Nah ini sudah harus kita kerja sama, jadi jangan nunggu," beber mantan Kepala Bareskrim Polri tersebut.
Menurut Buwas, ke depan BNN juga akan merangkul semua unsur masyarakat agar narkotika bisa hilang. Semua lini masyarakat bakal diperkuat supaya antinarkotika. Seluruh unsur akan kita libatkan, tidak terbatas pada unsur aparat penegak hukum.
Baru-baru ini, Buwas juga sudah berkoordinasi dengan Pemprov DKI untuk menangani masalah narkoba di Ibukota. Di antara poin yang dibahas, yakni terkait tempat hiburan malam. Menurut dia, tempat hiburan malam terutama di Jakarta rawan peredaran narkoba.
"Nanti kita lihat, justru itu yang menjadi evaluasi kita bersama. Itu yang saya bicarakan dengan Pak Gubernur. Artinya, tempat-tempat ini dijadikan sarana peredaran, ya bila perlu ditutup," kata dia usai bertemu Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Jumat 25 September 2015.
Pria asal Jawa Timur itu ingin semua perkerjaan yang menjadi tanggung jawab lembaganya bisa diselesaikan dengan baik, dengan memasang target pemberantasan narkotika harus dilakukan secepat mungkin.
"Targetnya secepat mungkin. Tapi saya ingin semua pekerjaan saya selesai dengan cepat. Kan penanganan narkoba ini harus dengan semangat dan agresif," tegas dia.
Menurut Buwas, sikap tegas juga akan ditunjukkan BNN bagi aparat penegak hukum yang coba berkecimpung di bisnis barang haram ini. Dia tak segan menjerat mereka ke dalam proses hukum. Bahkan dengan hukuman berat.
"Oknum tetap kita lakukan tindakan tegas," ucap dia.
Saat ini, 38 jenis narkoba dari 251 jenis yang telah beredar di internasional diperkirakan masuk ke Indonesia. Karena itu, Buwas akan memberi perhatian terhadap narkotika jenis baru dan peredaran narkotika bisa diendus dan diberangus sedini mungkin.
"Kita akan antisipasi dan sosialisasi ke masyarakat bahaya-bahayanya sampai ke generasi paling bawah, SD dan TK, seperti soal permen dan makanan kecil (yang diduga mengandung narkoba) dan lain-lain," kata dia.
Memberantas peredaran narkoba juga menurut Buwas, tidak bisa dilakukan dengan santai. Tapi harus dengan tegas dan lebih cepat. Untuk itu, perlu adanya koordinasi dari sejumlah pemangku kepentingan yang memang menangani masalah narkotika.
"Menangani masalah narkoba karena sudah dalam kondisi darurat narkoba, ini tidak bisa lagi kita bersantai-santai. Artinya, kita harus lari cepat," ucap Buwas saat berkoordinasi dengan Bareskrim Polri, Bareskrim Polri, Jakarta, Senin 14 September 2015.
Penjara Terpencil
Sudah bukan rahasia lagi bagi narapidana narkoba bisa keluar masuk penjara. Bahkan bisa mengelola bisnis haramnya di balik tahanan. Karena itu, Buwas menyarankan agar pemerintah membangun rumah tahanan khusus bagi mafia narkoba di pulau terpencil agar terasingkan.
Namun soal pemilihan lokasi pulau yang akan dijadikan penjara mafia narkoba merupakan hak Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
"Terserah nanti dari Menkumham. Kami enggak boleh menentukan. Ya, kalau saya sih (usul) pulau terluar Indonesia. Jadi jauh dari mana-mana. Kalau dia kabur dengan berenang pun habis dimakan hiu," kata Buwas di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu 7 Oktober 2015.
Bagi Buwas, di mana pun pulau terluar itu yang terpenting dapat membuat para bandar dan pengedar narkoba 'mati kutu' selama di penjara. Di mana mereka terisolir, dalam arti tidak bisa menggunakan ponsel karena tidak ada sinyal telekomunikasi.
Mereka juga, lanjut Buwas, tidak dapat mengetahui perkembangan informasi dan jauh dari orang-orang yang membantu mereka melancarkan bisnis haram tersebut.
"Saya inginnya mereka di pulau terluar. Pulau terluar di mana saja, terserah. Yang jelas kita ini harus membuat terobosan baru. Satu-satunya mungkin dengan keterbatasan anggaran negara, ya kita lakukan di pulau," jelas Buwas.
Jenderal bintang tiga itu menyatakan, bentuk pembinaan di penjara pulau dapat dilakukan dengan outbound atau kegiatan rekreasi lainnya yang bertujuan mengembalikan para terpidana menjadi masyarakat kepada kehidupan sebelum mengenal narkotika.
"Dia (narapidana) di situ hanya dibentuk kembali seperti semula. Agar tidak terpengaruh narkoba lagi," tandas Buwas.
Advertisement
Pasukan 'Siluman'
Untuk membongkar sindikat narkoba bisa dibilang cukup 'licin', Buwas pun berniat membentuk pasukan 'siluman'. Dia berjanji, pasukan tersebut akan bersikap seprofesional mungkin dan tidak akan tergiur iming-iming gratifikasi dari sindikat narkotika.
"Saya sedang buat pasukan khusus yang nantinya akan memberantas narkotika dengan profesional dan saya jamin tidak akan berbuat yang melanggar hukum. Mereka berada di bawah saya langsung agar tidak terkontaminasi," ucap Buwas usai menghadiri diskusi bertema 'Bahaya Narkoba di Mapolda Metro Jaya' di Jakarta, Rabu 7 Oktober 2015.
Ia mengatakan, jika pasukan 'silumannya' bergerak, mungkin akan terjadi kegaduhan di dunia gelap narkotika. Itu karena pasukan ini akan mengobrak-abrik bisnis gelap barang haram tersebut di Indonesia tanpa pandang bulu.
"Kenapa saya katakan ini mungkin bisa menjadi gaduh? Karena mungkin nanti kalau pasukan saya selesai dilatih, mungkin memang pasukan ini tidak dapat dipengaruhi apa-apa," kata dia.
Meski tidak ingin membocorkan lebih detail lagi mengenai pasukan 'siluman' yang hendak dibentuk, Buwas mengatakan, pasukan ini terdiri dari cukup banyak penyidik yang akuntabilitasnya dapat diuji. Dia percaya tidak ada satu pun anggota pasukan yang akan berbuat 'nakal'.
Para anggota pasukan, kata Buwas, sedang menjalani pelatihan di tempat khusus. "Insya Allah saya yakin. Cukup banyak, sebanyak mungkin. Tapi sekarang sedang saya latih. Di satu tempat khusus," tandas mantan Kabareskrim Polri ini.
Buwas menerangkan, pasukan siluman tersebut akan bekerja dengan hening dan menyusup seperti siluman untuk membongkar bisnis narkotika. Namun, dia mengaku belum memberikan nama khusus kepada pasukannya.
"Nanti diam-diam, seperti siluman, hening saja. (Nama pasukan) belum saya beri," tutur dia.
Terkait cara kerja di luar batas wajar, Buwas memberi kode cara kerja pasukan 'siluman' dalam memberantas narkotika ini akan berbeda dari cara aparat penegak hukum lainnya.
"Bisa iya (caranya tidak wajar), nanti kita lihat. Nanti ada yang siap-siap kalau dibocorin sekarang. Nanti, tenang aja," tukas Buwas dengan senyum penuh makna.
Dia pun akan memperhitungkan matang-matang tingkat keberhasilan pasukan 'siluman' setiap kali menggerakkan. Kemampuan anggota pasukan ini akan lebih hebat dari yang sebelumnya.
Cara kerja pasukan 'siluman' ini, kata Buwas, seperti Detasemen Khusus (Densus). "Iya, bisa dibilang iya (seperti Densus)," pungkas Buwas.
Kejahatan narkoba butuh tindakan extraordinary crime. Karena itu penembakan terhadap sindikat peredaran narkoba tidak haram bagi Buwas.
"Pak Kepala BNN baru, menginstruksikan hantam saja jika itu diperlukan," ungkap Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Deddy Fauzi Elhakim.
Menurut Deddy, apa yang dilakukan BNN adalah salah satu cara untuk memerangi narkoba. Di mana masih ada tindakan extra ordinary crime yang dilakukan para pelaku.
"Namanya perang terhadap narkoba, ya harus seperti itu. Mereka juga melakukan extraordinary crime, jadi kita juga harus ekstra," pungkas Deddy. (Rmn/Ans)