Liputan6.com, Jepara Snorkeling merupakan aktivitas wisata unggulan yang ada di Taman Nasional Karimunjawa. Namun demikian, saat ini mulai muncul kesadaran, bahwa aktivitas snorkeling yang dilakukan terus-menerus bisa mempercepat rusaknya ekosistem biota laut Taman Nasional Karimunjawa.
Kegelisahan tersebut setidaknya terlontar dari Camat Kapulauan Karimunjawa, Taksin, yang melihat adanya eksplorasi secara besar-besaran dan terus dilakukan tanpa henti. Taksin menyadari, jika hal ini terus dilakukan tanpa batasan, tentu akan merusak terumbu karang.
Advertisement
"Batasan yang dimaksud bukan sekadar batasan waktu. Namun juga batasan area di mana aktivitas snorkeling diizinkan, kemudian karang seperti apa yang boleh diinjak dan seterusnya," kata Taksin kepada Liputan6.com, Sabtu (10/10/2015).
Menurutnya aktivitas snorkeling harus diakui berperan besar dalam kerusakan terumbu karang. Saat ini kerusakan terumbu karang yang ada memang masih kecil, namun jika dibiarkan dipastikan menjadi parah.
"Saat ini kami memang sudah membatasi. Untuk aktivitas snorkeling hanya boleh menginjak karang yang sudah mati untuk pijakan, namun kontrol atas itu secara teknis masih sulit," kata Taksin melanjutkan.
Sebelum kerusakan meluas, Taksin mewanti-wanti, mulai sekarang harus ada batasan-batasan spot snorkeling. Kemudian bagi para pengelola biro perjalanan wisata dan guide harus memberikan pendampingan dan pemahaman kepada wisatawan saat turun ke laut. Agar tidak sembarangan menginjak karang untuk pijakan.
"Biasanya kan cari spot snorkeling yang bagus untuk foto-foto di dalam air, kemudian tidak sengaja menginjak karang yang masih hidup. Kalau ini terus dibiarkan ya, lama-lama karang-karang akan rusak," kata Taksin.
Sementara itu para pengelola biro perjalanan wisata juga mengkhawatirkan hal yang sama. Djati Utomo, salah seorang pengelola biro perjalanan mengungkapkan, saat ini kondisi terumbu karang di Karimunjawa tidak seindah beberapa tahun lalu saat aktivitas pariwisata belum ramai. Pihaknya juga menyayangkan aktivitas snorkeling yang tanpa kontrol. Bahkan wisatawan dapat dengan bebas menginjak karang untuk berfoto di dalam air.
"Saya sendiri kalau dapat tamu, saya bawa ke spot snorkeling yang karangnya sudah mati. Itu pun masih harus diberi pengertian agar sebisa mungkin tidak menginjak karang," kata Djati.
Menurut Djati, saat ini banyak warga Karimunjawa yang menggantungkan hidupnya dari sektor pariwisata. Namun, jika aset pariwisata Karimunjawa, yakni keindahan alamnya tidak dijaga kelestariannya, dipastikan dapat mempengaruhi kunjungan wisatawan di kemudian hari.
"Kalau terumbu karangnya sudah rusak, apa ada wisatawan yang mau lagi datang ke Karimunjawa? Maka semestinya saat ini harus sudah mulai ada batasan dan aturan bersnorkeling," kata Djati kemudian.
Kepulauan Karimunjawa sejak lama terkenal dengan wisata bawah airnya yang menawan, terdiri dari 26 pulau kecil nan eksotis, dan dilengkapi dengan sekitar 10 gosong (gugusan karang), objek wisata unggulan di Jawa Tengah ini kerap dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Dihuni sekitar 9.000 warga yang menempati total luas lahan sekitar 70 km2, kepadatan penduduk di Kepulauan Karimunjawa tercatat 120 jiwa/km2. Hal ini dianggap masih memungkinkan untuk mengeksplorasi potensi keindahan alam laut di kecataman dengan 5 kelurahan ini. Namun demikian diperlukan perhatian lebih agar aktivitas wisata di Karimunjawa tidak mengganggu area konservasi, sehingga keindahan bawah laut Karimunjawa dapat tetap terjaga dan lestari. (Edhie Prayitno Ige/Bio/Ibo)