Cukai Rokok Naik, Puluhan Ribu Buruh Terancam PHK

Rencana pemerintah mengerek tarif cukai rokok hingga 15 persen di 2016 terus menuai protes.

oleh Nurmayanti diperbarui 12 Okt 2015, 10:30 WIB
Ilustrasi Industri Rokok

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemerintah mengerek tarif cukai rokok hingga 15 persen di 2016 terus menuai protes. Pemerintah dinilai tak pernah peduli dengan kondisi ekonomi dan bisnis yang tengah lesu. Di tengah situasi sulit ini, tidak seharusnya pemerintah diminta tak memaksakan kebijakan yang merugikan terhadap industri.  

Ketua Harian Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK), Agus Sarjono mengatakan, akibat kenaikan cukai tiap tahun yang terbilang tinggi, perusahaan pun terus menaikkan harga harga jual. Padahal saat ini kondisi ekonomi sedang melemah dan daya beli masyarakat merosot.  

Ujungnya diprediksi akan terjadi reduksi market yang berujung pada efisiensi perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk belanja pegawai akan terpangkas. Alhasil, efisiensi besar-besaran dilakukan, hingga akhirnya melakukan rasionalisasi tenaga kerja alias PHK.

Agus mengungkapkan, akibat kenaikan cukai di luar kemampuan industri,ribuan perusahaan rokok di Kudus terpaksa tutup pabrik.

"Tahun 2014 di Kudus, saya perkirakan masih ada 1.300 perusahaan rokok yang terdaftar, tahun ini hanya tersisa kurang dari 300 perusahaan saja. Sementara yang rutin belanja cukai tidak lebih dari 80 perusahaan. Jadi, pemerintah sukses menggerus memberangus perusaan industri hasil tembakau dalam negeri," tegas Agus, Senin (12/10/2015).

Harusnya, di tengah kondisi ekonomi yang sulit, pemerintah berlaku lebih adil. Jika kemudian cukai rokok menjadi kontributor terbesar APBN, beri kesempatan kepada industri rokok untuk juga meningkatkan produksi dan bukan dibatasi dan ditekan terus dari sisi produksi.

"Jangan meningkatkan pendapatan cukai dengan peningkatan tarif. Beri kesempatan dari sisi kuantitas. Dengan jumlah produksi meningkat, kan,kontribusi cukai juga naik. Ini paradoks sekali, sementara produksi ditekan, target cukai penerimaan negara terus saja dinaikkan," tandas Agus.

Ia mengingatkan, dari dulu sampai sekarang, sektor IHT selalu taat dan manut atas segala kebijakan yang ada. Namun, jangan kemudian sikap manut industri itu malah dibarengi dengan beban yang selalu tinggi.

Bisa saja industri akan bertahan, namun pada titik tertentu juga tidak kuat menahan beban hingga akhirnya gulung tikar. Ujungnya, industri rokok dalam negeri sepenuhnya akan dikuasai asing.

"Selama ini, kan, sudah jelas, perusahaan dalam negeri ditekan dari berbagai sisi, sementara pemerintah melambaikan tangan pada investor perusahaan rokok asing seperti Philip Morris. Mereka sudah mengantri semua dan siap masuk ke Indonesia," sindir Agus.  

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Jawa Timur Sulami Bahar menegaskan, kenaikan cukai yang tinggi jelas akan membunuh industri tembakau di dalam negeri. Dampak paling buruk, tentu saja ketika kenaikan cukai membebani industri, sementara ketika  kemampuan industri tidak mampu, sudah pasti dampak terburuknya akan terjadi pemutusan hubungan kerja.

"Dampak paling parah dengan kenaikan cukai ini tentu saja industri rokok akan gulung tikar, terjadi PHK ribuan buruh," tegas Sulami.  

 Ia kembali mengingatkan pemerintah, kenaikan cukai tinggi ini akan makin menyuburkan rokok ilegal yang ujung-ujungnya merugikan pemerintah sendiri. "Cukai yang naik tinggi ini, sudah pasti akan membuat rokok ilegal makin naik peredarannya," tandas Sulami. (Nrm/Ndw)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya