Kenapa Gajah Sulit Terserang Kanker?

Para peneliti itu menengarai banyaknya gen penekan tumor pada gajah inilah yang menjadi rahasia mengapa gajah sangat jarang terkena kanker.

oleh Liputan6 diperbarui 13 Okt 2015, 18:00 WIB
University of Utah Health Sciences

Liputan6.com, Salt Lake City - Kanker merupakan momok yang menakutkan dan salah satu pembunuh manusia. Berbeda halnya dengan para hewan. Sejumlah peneliti melihat anomali pada dunia satwa soal penyakit ini. Ternyata, gajah sangat jarang terkena serangan kanker. Kenapa bisa demikian?

Para peneliti berhasil mengungkap adanya 20 salinan gen penekan tumor dalam tubuh gajah dibandingkan dengan manusia yang hanya memiliki satu gen penekan tumor. Para peneliti juga menengarai banyaknya gen penekan tumor pada gajah inilah yang menjadi rahasia mengapa gajah sangat jarang terkena kanker. 

Anehnya juga, para ilmuwan tidak mendapati lebih banyaknya kejadian kanker pada mahluk-mahluk yang bertubuh lebih besar. Penelitian di University of Utah dan Arizona State University mencoba mencari jawabnya.

Penelitian dimulai dengan memastikan tidak adanya hubungan positif antara ukuran tubuh dengan kejadian kanker. Hal ini dilakukan dengan memelajari data nekropsi selama 14 tahun terhadap hewan-hewan yang besarnya bisa 6 kali lipat terhadap satu sama lain.

Seperti diduga, kematian akibat kanker tidak bertambah dengan bertambahnya ukuran tubuh. Gajah hanya memiliki tingkat kematian akibat kanker pada angka 4,8 persen. Pada manusia, angka itu berkisar 25 persen.

Kemudian para peneliti menelusuri genom satwa gajah untuk mencari petunjuk. Hebatnya, tidak seperti manusia, gajah memiliki 20 salinan, setara dengan 40 bangunan gen (allel) yang dikenal dengan TP53.

Bangunan gen (allel) TP53 ini menghasilkan protein p53. TP53 itulah yang diketahui sebagai gen penekan tumor, yang bertugas mencegah pembelahan sel yang tak terkendali dan membunuh sel yang berlebihan sehingga menjaga keseimbangan.

Ketika diperdalam, ternyata hanya 38 bentukan gen yang diduga merupakan duplikat yang dimodifikasi dari bentukan gen aslinya yang telah ada selama riwayat evolusi sang gajah.


Melakukan perbandingan

Untuk memeriksa apakah kelebihan muatan gen ini membantu hewan itu melawan kanker, para peneliti yang menerbitkan hasil penelitiannya dalam Jurnal JAMA (The Journal of the American Medical Association) mencoba memaparkan sel yang diambil dari manusia maupun gajah dengan radiasi yang merusak DNA. Kemudian, para peneliti itu mengamati dampaknya.

Jika dibandingkan dengan sel-sel yang diambil dari manusia yang sehat, sel-sel yang berasal dari gajah melakukan bunuh diri dua kali lebih banyak ketika ada sel rusak. Ternyata, hal ini disokong oleh p53.

Para peneliti itu menengarai banyaknya gen penekan tumor pada gajah inilah yang menjadi rahasia mengapa gajah sangat jarang terkena kanker.

Ketika dibandingkan dengan sel-sel yang diambil dari pasien penderita sindrom Li-Fraumeni, kecepatan bunuh diri sel itu menjadi 5 kali lebih besar. Sindrom Li-Fraumeni adalah keadaan hilangnya salinan TP53 sehingga sangat meningkatkan risiko kanker.

"Berdasarkan semua alasan yang masuk akal, gajah seharusnya terkena kanker yang parah, bahkan seharusnya sudah punah sekarang ini karena risiko tinggi kankernya," ujar salah satu peneliti Joshua Schiffman.

Joshua menduga peningkatan jumlah p53 merupakan caranya alam menjaga keberlangsungan hidup mahluk tersebut. Namun demikian, jangan terburu-buru terkesima dengan p53, karena sepertinya masih ada sejumlah faktor lain yang berperan. Misalnya, editorial dalam laporan mengungkapkan lambatnya metabolisme gajah berkelidan dengan rendahnya pembelahan sel yang ikut andil dalam penurunan risiko. Masih perlu penelitian lebih lanjuit. (Alx)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya