Liputan6.com, Beijing - Data impor China menunjukan pelemahan terburuk dalam enam tahun terakhir. Hal itu terjadi di tengah lesunya pertumbuhan ekonomi global akibat ekonomi negeri tirai bambu yang cenderung melambat.
Sepanjang setahun terakhir, impor China telah anjlok 17,7 persen pada September ini dibandingkan September tahun lalu (dalam hitungan yuan). Sebelumnya impor China anjlok 14,3 persen pada Agustus, dan penurunan ini untuk ke 11 kalinya secara berturut.
Advertisement
Sementara itu, ekspor turun 1,1 persen pada September dibandingkan Agustus yang turun 6,1 persen. Neraca perdagangan mencatatkan surplus sebesar 376.2 miliar yuan atau sekitar US$ 59,4 miliar.
"Kami mengantisipasi hadangan lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang," kata Tao Dong, Ekonom di Credit Suisse Group AG Hong Kong seperti dikutip dari laman Bloomberg, Selasa (13/10/2015).
"Analisa kami menunjukkan bahwa produksi industri global akan kehilangan momentum lebih lanjut. Tidak hanya China, tetapi negara-negara emerging market juga berjuang dengan permintaan domestik," tambah Tao Dong.
Impor China turun karena harga komoditas anjlok sepanjang tahun ini, sehingga melemahkan industri manufaktur. Hal itu diperparah dengan investasi berbasis hutang. Di sisi ekspor, People Bank of China atau bank sentral telah melemahkan atau mendevaluasi yuan pada Agustus, untuk meningkatkan daya saing produk produk China.
Bila dilihat dari hitungan dolar Amerika Serikat (AS), ekspor China ke AS melonjak naik 6,7 persen pada September. Impor China telah anjlok 20,4 persen, angka ini lebih lemah dibanding perkiraan ekonom yang disurvei oleh Bloomberg, yang memperkirakan penurunan 16 persen. Ekspor turun 3,7 persen, sedangkan para ekonom memperkirakan turun sebesar 6 persen. Data perdagangan mencatatkan surplus sebesar US$ 60,34 miliar.
"Pertumbuhan impor tetap lamban menunjukkan permintaan domestik melemah terutama permintaan investasi. Kami mempertahankan pandangan kami kalau pertumbuhan ekonomi China turun menjadi 6,7 persen pada kuartal III," ujar Ekonom Nomura Holdinsg Inc Yang Zhao.
Ia mengharapkan, pemerintah menerapkan stimulus fiskal lebih, dan kebijakan moneter tetap akomodatif. China melaporkan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi sekitar tujuh persen pada semester I 2015. Diperkirakan laporan pertumbuhan ekonomi kuartal III mencapai 6,8 persen.
Pemerintah pun telah meningkatkan investasi infrastruktur dan melonggarkan kebijakan moneter sebagai upaya untuk membangun jaringan kereta api, dan memotong pajak kendaraaan serta mengurangi minimum uang muka untuk pembeli rumah.(Ilh/Ahm)