Rizal Ramli Bongkar Tiga Aib Freeport Terhadap Bangsa Indonesia

Freeport Indonesia telah membuang limbah beracun dan berbahaya ke Sungai Amunghei di Papua.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Okt 2015, 18:30 WIB
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli saat memberi keterangan usai menggelar rapat koordinasi di Gedung BPPT, Jakarta, Senin (21/9/2015). Rakor membahas potensi gas yang ada di Blok Masela. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Kabar perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia tengah menjadi isu hangat yang dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli hingga menyindir Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said dengan sebutan keblinger atau sesat.

Kini, Rizal membongkar aib perusahaan tambang emas dan mineral raksasa itu di depan anggota Banggar DPR RI saat Rapat Kerja Pembahasan Rencana Kerja Anggaran Kementerian dan Lembaga di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/10/2015).

Kesalahan pertama, kata dia, sejak 1967-2014, Freeport Indonesia hanya menyetorkan royalti dari kekayaan alam yang dikeruk sebesar 1 persen untuk emas dan tembaga nol koma sekian persen. Sementara perusahaan tambang di dunia, rata-rata membayar royalti emas 6 persen-7 persen dan tembaga sekian persen.

"Kenapa begitu, mohon maaf karena ada Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Setiap perpanjangan kontrak terjadi KKN. Saat awal orde baru tidak apa, mungkin belum ada investor yang masuk, dan seharusnya sejak 1980-an, kita bisa diuntungkan dari setiap perpanjangan kontrak, tapi term tidak berubah karena pejabatnya mudah disogok," tegas Rizal.

Kesalahan kedua, sambungnya, Freeport Indonesia telah membuang limbah beracun dan berbahaya atau limbah tailing ke Sungai Amunghei di Papua tanpa dilakukan pemrosesan. Akibat dari kesengajaan itu, diakui Rizal, kesehatan warga memburuk dan banyak ikan mati bergelimpangan.

"Perusahaan tambang di AS saja tidak berani melanggar UU Lingkungan Hidup. Seperti perusahaan BP yang menumpahkan minyak di Teluk Meksiko, dihukum US$ 30 miliar. Tapi perusahaan di Indonesia seenaknya saja, itu karena pejabat kita mudah disogok dan dilobi, semua bisa diatur," terang dia.

Kesalahan ketiga, Rizal bilang, Freeport mencla-mencle melakukan divestasi saham. Padahal divestasi saham masuk dalam poin perpanjangan kontrak antara pemerintah dan Freeport Indonesia. Sementara PT Newmont Nusa Tenggara dan perusahaan lain sanggup memenuhi syarat tersebut.

"Freeport Indonesia paling mencla mencle soal divestasi. Divestasi ini penting supaya BUMN kita bisa masuk. Kalau kita kompak dan ngotot dan sulit dilobi, Freeport pasti akan menyerah dengan mengembalikan kontraknya kepada pemerintah," pungkas dia. (Fik/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya