Rizal Ramli: Freeport Bertekuk Lutut ke RI Karena Kepepet

Freeport McMoran tengah menderita rugi besar karena investasi senilai US$ 15 miliar di Teluk Meksiko belum membuahkan hasil.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Okt 2015, 20:00 WIB
Rizal Ramli (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia menuntut tiga permintaan terhadap PT Freeport Indonesia melalui Freeport McMoran Inc terkait kenaikan setoran royalti, divestasi dan pemrosesan limbah tailing (limbah turunan). Perusahaan tambang emas dan mineral raksasa ini diyakini bakal memenuhi hal tersebut karena sedang dalam posisi terjepit.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli mengungkapkan tiga permintaan itu, pertama, membayar kenaikan royalti emas menjadi 6 persen sampai 7 persen. Bahkan seharusnya bisa lebih karena dinilainya, pernah terjadi kecurangan Freeport menyogok pejabat Indonesia.

Rizal menjelaskan, sejak 1967-2014, Freeport Indonesia hanya menyetorkan royalti dari kekayaan alam yang dikeruk sebesar 1 persen untuk emas dan tembaga nol koma sekian persen. Sementara perusahaan tambang di dunia, rata-rata membayar royalti emas 6 persen-7 persen dan tembaga sekian persen.

"Kenapa begitu, mohon maaf karena ada Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Setiap perpanjangan kontrak terjadi KKN. Saat awal orde baru tidak apa, mungkin belum ada investor yang masuk, dan seharusnya sejak 1980-an, kita bisa diuntungkan dari setiap perpanjangan kontrak, tapi term tidak berubah karena pejabatnya mudah disogok," tegas Rizal di Gedung DPR, Selasa (13/10/2015).

Permintaan kedua, sambung Rizal, memproses lembah berbahaya dan beracun atau limbah tailing yang selama ini dibuang ke Sungai Amunghei di Papua. Limbah tersebut mengakibatkan biota sungai mati dan kesehatan warga sekitar terganggu.

Ketiga, percepat proses divestasi saham Freeport supaya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kita bisa masuk untuk ambil dan terlibat. Sebab selama ini, diakuinya, Freeport paling mencla mencle divestasi saham, ada saja alasannya supaya tidak melepas sahamnya.

"Kalau kita ngotot, kompak, dan tidak mudah dilobi, saya yakin Freeport akan menyerah. Kalau tidak, dia harus menyerahkan atau mengembalikan kontraknya ke Indonesia. Daripada mereka dapat nol, 60-70 persen juga mau. Sayangnya dari beberapa pejabat kita tidak paham teknis negosiasi dan terlalu mudah dilobi," jelas Rizal. 

Lebih jauh dia meyakini, Freeport saat ini tengah dalam posisi sulit, padahal perusahaan tersebut merupakan tambang emas paling menguntungkan di dunia. Freeport, kata Rizal, sedang kepepet karena nilai valuasi perusahaan anjlok seperempatnya dibanding periode 2010.

Freeport McMoran, lanjutnya, juga tengah menderita rugi besar karena investasi senilai US$ 15 miliar terbuang sia-sia karena kegiatan pengeboran minyak di Teluk Meksiko tidak membuahkan hasil apapun alias nihil. Pemerintah Indonesia dinilai Rizal seharusnya dapat memanfaatkan kondisi Freeport tersebut untuk memberi nilai tambah bagi negara ini.

"Freeport makin kepepet, andalan satu-satunya cuma tambang di Indonesia. Kalau tidak kompromi dengan pemerintah Indonesia, Freeport Internasional bakal ada masalah karena sahamnya sudah jatuh sekarang. Posisi kita tinggi, jadi jangan memurahkan diri dengan menyatakan sudah melakukan perpanjangan kontrak karena Freeport pasti mau lobi apapun supaya diperpanjang kontraknya," pungkas Rizal. (Fik/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya