Liputan6.com, Jakarta - Harga solar diturunkan sebanyak Rp 200 per liter pada paket kebijakan kebijakan ekonomi jilid III, namun penurunan tersebut tidak disertai dengan penurunan harga komoditas pangan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, hal tersebut disebabkan oleh praktik kartel. Dia menerangkan, harga BBM turun juga diikuti oleh penurunan harga komoditas.
Advertisement
Tapi hal itu tidak terjadi karena terjadi persaingan tidak sempurna pada pasar. "Kalau bersaing secara sempurna tidak ada ada halangan penurunan, biaya input turun output turun," kata dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu (14/10/2015).
Namun yang terjadi, ada pihak-pihak yang menguasai komoditas tertentu yang akhirnya menguasai pasar. Alhasil harga pun turun dikendalikan dan sulit turun.
Enny pun mencontohkan, hal tersebut terjadi pada beras. Seharusnya, perdagangan beras merupakan persaingan sempurna tapi pada jalannya tidak terjadi karena harus melewati pengepul.
"Jadi katakanlah beras mestinya persaingan sempurna. Petani penjual, pembeli banyak. Namun apa pelaksanannya, tapi pengepul jadi tidak sempurna," ujar Enny.
Karena itu, dia bilang pemerintah bisa memanfaatkan Perum Bulog untuk mengintervensi harga. Selain stabilisasi, Bulog juga diharapkan memangkas praktik kartel.
Sebagai informasi, harga solar bersubsidi dan nonsubsidi turun Rp 200 per mulai Sabtu 10 Oktober 2015. Sebelumnya, harga solar ini dibanderol Rp 6.900 per liter, turun menjadi Rp 6.700 per liter. Penurunan harga ini tertuang dalam paket kebijakan ekonomi jilid III yang dikeluarkan pemerintah pada Rabu 7 Oktober 2015. (Amd/Ahm)
Baca Juga