Final Piala Presiden dan Perdamaian yang Belum Tuntas

Konflik suporter Persib dengan Persija Jakarta yang belum tuntas membuat rencana yang telah disusun sejak awal pun jadi rumit.

oleh Liputan6 diperbarui 14 Okt 2015, 17:13 WIB
Logo Piala Presiden (twitter)

Liputan6.com, Jakarta Final Piala Presiden 2015 akan digelar Minggu (18/10/2015). Pada partai puncak, juara Liga Super Indonesia (ISL) 2014 Persib Bandung akan bertemu dengan tim kuda hitam Sriwijaya FC.

Kedua tim sudah mempersiapkan diri menghadapi laga krusial ini. Masing­-masing pelatih telah mengasah jurus jitu untuk memenangkan pertandingan agar mampu keluar sebagai pemenang.

Namun langkah kedua tim menuju arena pertempuran tersendat. Pasalnya, pihak promotor kesulitan memastikan lokasi final yang ideal. Konflik suporter Persib dengan Persija Jakarta yang belum tuntas membuat rencana yang telah disusun sejak awal pun jadi rumit dan penuh risiko.

Apalagi kelompok suporter Persija Jakarta, Jakmania tegas menolak final digelar di Jakarta. Mereka khawatir kehadiran fans Persib bakal memicu gesekan dengan anggota-anggotanya.

Bukan Pekerjaan Mudah

Sejak awal Mahaka sebenarnya telah menunjuk Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta. Alasannya, selain daya tampung yang mencapai 80 ribu penonton, bermain di stadion termegah di Indonesia tersebut selalu jadi kebanggaan bagi para pemain sepak bola.

"Dari awal sudah direncanakan jika partai final Piala Presiden 2015 akan digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, namun saya serahkan semuanya kepada pihak keamanan,” kata CEO Mahaka Sports and Entertainment, Hasani Abdulgani kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Isu keamanan memang menjadi perhatian khusus jelang final nanti. Sebab salah satu finalis adalah Persib Bandung yang selama ini dikenal tidak akur dengan tim Ibu Kota Persija Jakarta. Gesekan yang melibatkan suporter dari masing-­masing kubu tak jarang memakan korban jiwa.

"Sangat berisiko jika final Piala Presiden harus digelar di Jakarta. Harusnya pihak panpel dan keamanan bisa melihat hal itu, saya pribadi menginginkan bila kota Solo yang dipilih menjadi venue partai final Piala Presiden," ucap Heru Joko selaku ketua Viking Fans Club (13/10).

Bobotoh Persib Bandung

Kekhawatiran yang sama juga diungkapkan oleh Manajer Persib Bandung, Umuh Muchtar. "Memang idealnya di Jakarta karena ini nasional, tapi dilihat dulu karena ini hubungannya nyawa dan keselamatan mereka (bobotoh) bagaimana?" kata Umuh, Senin (12/10/2015).

"Kalau untuk saya, pemain dan pelatih tidak akan masalah pasti penjagaannya akan sangat ketat. Kalau bobotoh sampai 100 ribu yang datang bagaimana pengawalannya?" ia menambahkan.

Sejumlah pihak sebenarnya telah memberi dukungan terhadap pertandingan yang rencananya akan dihadiri Presiden Joko Widodo itu digelar di GBK. Mulai dari Kapolda DKI Jakarta, Kapolri, hingga Menkopolhukam.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil juga turun tangan berkoordinasi dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok soal keamanan Bobotoh Persib.

Saking gentingnya venue final Piala Presiden, pihak keamanan telah menetapkan Jakarta Siaga I sejak Sabtu 17 Oktober atau sehari sebelum pertandingan digelar.

Meski demikian, keamanan selama babak final nanti memang bukan sekadar menjaga arena pertarungan terhindar dari bentrok suporter. Sebab bila melihat ke belakang, gesekan antara pendukung Persija dan Persib lebih banyak terjadi di luar stadion dan sulit untuk diantisipasi.

Sebaliknya, keributan di dalam stadion justru jarang terjadi. Maklum sudah lama Jakmania tidak mendampingi timnya bila tampil di Bandung. Dan begitu juga sebaliknya, bobotoh juga tidak akan bertandang ke Jakarta bila Persib Bandung berhadapan dengan tuan rumah Persija.

Bentrokan massal di dalam stadion terakhir kali pecah saat Persija bertemu Persib di Maguwoharjo, 2013 lalu. Saat itu bentrokan pecah akibat aksi saling ejek dan lempar petasan.


Perdamaian yang Tidak Tuntas

Ilustrasi Perdamaian The Jak - Viking (Liputan6.com/Istimewa)

Konflik Jakmania-­Viking memang sudah berlangsung lama. Banyak versi mengenai asal mula ketidakharmonisan dua kelompok suporter terbesar di Tanah Air itu. Masing­-masing punya argumen sendiri. Entah siapa yang benar, tapi yang pasti korban sudah banyak berjatuhan.

Baik dari kubu suporter Persija Jakarta maupun Persib Bandung. Bahkan tidak jarang, masyarakat awam yang tidak mengerti mengenai konflik kedua kubu juga ikut jadi korban.

Mantan ketua Jakmania Larico Ranggamone, bercerita, tahun 2010, anggotanya asal Cikarang bernama Ucok tewas mengenakan. "Usai nonton Persija anak-­anak The Jak dari Cikarang terlibat bentrok. Ucok tewas pada peristiwa itu. Dia diseret menggunakan motor oleh kelompok Viking," kata pria yang akrab disapa Ayah Rico itu kepada Liputan6.com, Selasa (13/9/2015).

Di kubu Viking, Rangga Cipta Nugroho juga tewas mengenaskan dua tahun lalu. Dia jadi bulan-­bulanan kelompok Jakmania saat kedapatan menonton Persib Bandung bertanding di SUGBK. Selain Rangga, polisi juga menemukan satu korban tewas lainnya atas nama Dani Maulana.

Tak ingin korban terus berjatuhan, upaya perdamaian di antara kedua kelompok suporter pun beberapa kali digagas. Menurut Larico, sejak 2004 lalu rencana islah sudah kerap dilakukan. Puncaknya adalah tahun lalu saat Polresta Bogor mempertemukan kedua kubu di kantornya, Cibinong, Jawa Barat.

The Jakmania

Dalam pertemuan tersebut Larico yang masih menjabat sebagai ketua Jakmamnia hadir bersama sekretarisnya Richard Achmad (Ketua Jakmania saat ini). Sedangkan dari kubu lawan hadir Ketua Viking Fans Club, Heru Joko. Tak hanya sekadar berjabat tangan, pertemuan ini bahkan menghasilkan sejumlah kesepakatan untuk menciptakan perdamaian.

Salah satu poin yang menggembirakan, kedua kelompok yang memiliki basis massa di seluruh Indonesia itu siap saling sambut. Dimulai dengan kehadiran The Jakmania ke Stadion Si Jalak Harupat Bandung kala melakoni laga tandang.

"Delapan ribu The Jakmania memutuskan berangkat ke Bandung karena Kapolda Jabar menjamin The Jak bisa masuk Si Jalak Harupat. Tapi nyatanya kami justru dihadang polisi di Tol Cikampek dan dipukul mundur," ucap dia.

Menurut Larico, insiden itu menimbulkan lima orang anggota The Jakmania luka parah, satu di antaranya terkena tembakan polisi. "Yang luka ringan tidak terhitung," katanya.

Andai saja kala itu The Jakmania dapat hadir mendukung Persija Jakarta di Stadion Si Jalak Harupat, Larico menjamin Viking juga bisa hadir di GBK menyaksikan Persib Bandung berlaga.

"Kalau waktu itu kami tembus ke Bandung, perdamaian itu terjadi. Sayang dilukai," sesal Larico.


Islah Bukan Hal yang Mustahil

The Jakmania dan Viking di Polda Metro Jaya (Yoppy Renato/Liputan6.com)

Larico menjelaskan, bukan Viking saja yang pernah terlibat permusuhan dengan Jakmania. Sebelumnya, suporter PSIS Semarang, Snex juga sempat tidak akur.

Keributan kerap mewarnai pertemuan kedua belah pihak ketika baik saat ada atau tidak ada pertandingan. Tapi akhirnya, The Jakmania dan Snex bisa bernyanyi bersama dalam tribun yang sama pula.

"Kami menggagas perdamaian dengan Snex pada 2004. Hingga kini kami bisa berdampingan dengan baik, karena keinginan perdamaian itu tulus,” kata Larico.

Menurut Larico, ide islah bermula dari salah seorang pentolan Snex bernama Edi Abimanyu. Dia berinisiatif menciptakan perdamaian. “Kami sambut baik gagasan itu," cerita Larico.

“Kebetulan, kala itu PSIS tengah melawat ke Tangerang. Edi telepon ingin bertemu kami. Kebetulan juga kami tengah bertanding melawan Sriwijaya FC di Lebak Bulus. Jadi kami undang, dia untuk hadir. Dari sana perdamaian tercipta," beber Larico.

Selanjutnya, giliran Jakmania yang diundang ke Semarang. "Waktu itu kita hadir 50 orang. Kita dikawal 2.000 anak­-anak Snex. Dari sana, perdamaian benar­-benar terjadi hingga kini."

Pertemuan Viking dan The Jakmania

Polda Metro Jaya sebenarnya telah memanggil pihak-­pihak yang terkait untuk membicarakan mengenai venue bagi final Piala Presiden 2015, Selasa (13/10/2015).

Dalam pertemuan tersebut hadir juga Ketua Jakmania Richard Achmad dan Ketua Viking Heru Joko. Tangan mereka kembali dieratkan oleh Kapolri Irjen Pol Tito Karnavian.

Meski demikian, belum ada jaminan bahwa api dendam kedua kubu sudah padam. Bagi Larico, lebih baik mencegah daripada mengobati. "Sekali lagi, kami tidak menolak partai laga final digelar di Jakarta. Kami menyarankan agar partai final dipindah venue dengan berbagai macam alasan logis, utamanya soal keamanan dan kenyamanan masyarakat," sarannya.(penulis: Dewi Divianta/Bali)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya