Liputan6.com, Kuala Lumpur - Pemerintah Malaysia dilaporkan menahan seorang pria atas tuduhan peretasan informasi pribadi lebih dari 1.000 pejabat keamanan AS. Disertai pengiriman database untuk kelompok militan ISIS di Suriah.
"Pria 20 tahun dari Kosovo yang masuk Malaysia pada bulan Agustus 2014 ini mempelajari ilmu komputer dan forensik di sebuah lembaga swasta di ibukota, Kuala Lumpur, akan diekstradisi ke Amerika Serikat," kata polisi dalam sebuah pernyataan pada Kamis malam yang dikutip dari Reuters, Jumat (16/10/2015).
Advertisement
"Penyelidikan awal menemukan tersangka berkomunikasi dengan salah satu tangan kanan (pemimpin) kelompok teroris ISIS di Suriah, untuk meretas beberapa server berisi informasi dan rincian tim dan personel keamanan AS," jelas pihak kepolisian Malaysia.
"Rincian itu kemudian ditransfer ke unit operasi kelompok ISIS untuk ditindaklanjuti," tambah mereka.
Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) mengatakan pria itu bernama Ardit Ferizi adalah warga Kosovo dan hacker ternama. Ia didakwa dengan kasus peretasan informasi pribadi dari 1.351 personel militer AS dan karyawan federal. Tersangka juga terbukti mendukung ISIS.
"Ferizi diyakini menjadi pemimpin kelompok hacker internet Kosovo yang disebut Kosova Hacker’s Security (KHS), yang bertugas membajak sistem komputer perusahaan AS dan mencuri personal identification information atau informasi identifikasi pribadi (PII) ribuan individu," jelas departemen tersebut dalam sebuah pernyataan pada situsnya.
Antara bulan Juni dan Agustus 2015, Ferizi diduga memberikan PII untuk ISIS yang kemudian beredar di postingan Twitter dengan judul "NEW: U.S. Military AND Government HACKED by the Islamic State Hacking Division!" -- berisi hyperlink ke dokumen 30 halaman.
"Kami ada di email dan sistem komputer Anda, memperhatikan dan merekam setiap langkah Anda, kami memiliki nama dan alamat Anda," demikian salah satu isi dokumen tersebut yang juga menyebutkan informasi akan diteruskan kepada ISIS.
"Postingan itu dimaksudkan untuk memberikan dukungan terhadap ISIS di Amerika Serikat dan di tempat lain, dengan PII milik pegawai pemerintah yang terdaftar, dengan tujuan mendorong serangan teroris," komentar Departemen Kehakiman AS menanggapi hal tersebut.
Meskipun Malaysia belum melihat adanya potensi serangan militan ISIS yang signifikan, tahun ini pemerintah negeri jiran sudah melakukan langkah antisipasi. Di antaranya dengan menangkap lebih dari 100 warga yang dicurigai terlibat kelompok ISIS.
Pihak berwenang negeri jiran menindak warga Malaysia yang pergi ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan grup militan tersebut. Salah satunya pada bulan Agustus, di mana polisi menangkap 10 orang yang dicurigai terkait ISIS, 6 di antaranya anggota pasukan keamanan Malaysia. (Tnt/Ein)