Liputan6.com, Brussel - Aliran pencari suaka Suriah ke Eropa belum juga menyusut. Sementara itu, penjagaan tiap perbatasan di negara-negara Uni Eropa semakin diperketat. Namun, kali ini telah terjadi insiden yang mematikan antara para pengungsi dengan polisi di perbatasan. Pada Kamis 15 Oktober, salah seorang pencari suaka, ditembak mati karena nekat menerobos perbatasan Turki-Bulgaria.
Menurut Menteri Dalam Negeri Bulgaria, Georgi Kostov, awalnya penjaga perbatasan menahan 50 orang dengan kisaran usia antara 20-30 tahun secara baik-baik di dekat Sredets, sekitar 30 kilometer dari perbatasan Bulgaria dengan Turki. Namun, para pengungsi mulai ricuh sehingga petugas bertindak.
Advertisement
"Mereka melakukan perlawanan selama penahanan. Salah satu petugas melepaskan tembakan peringatan dan salah satu imigran terluka akibat pantulan peluru dan kemudian meninggal dunia," tutur Kostov, seperti dilansir Reuters, Jumat (16/10/2015)
Perdana Menteri Bulgaria, Boiko Borisov, langsung meninggalkan pertemuan Uni Eropa di Brussels dan kembali ke negerinya sesegera mungkin setelah mendengar kabar insiden ini.
Juru bicara badan pengungsi PBB (UNHCR), Boris Cheshirkov, mengecam penyalahgunaan kekuatan untuk melawan imigran dan meminta Bulgaria untuk segera menginvestigasi insiden ini secara transparan.
Sementara itu, pertemuan Uni Eropa menyetujui beberapa hal antara lain memberi hak bagi Turki untuk mengkontrol laju pengungsi ke benua Eropa, antara lain mengambil tindakan keras bagi para geng penyelundup manusia. Sebagai gantinya, pemimpin Uni Eropa sepakat menggelontorkan dana sebesar 3 miliar euro atau Rp 45 triliun. Selain itu, warga Turki diberi kemudahan untuk visa perjalanan dan mendiskusikan kemungkinan bergabungnya Turki ke UE.
Presiden EU Donald Tusk mengatakan perjanjian ini merupakan langkah besar. Namun ia menekankan, perjanjian dengan Turki dalan terealisasi jika negara ini berhasil membendung [pengungsi](2313174/ ""), seperti dilansir dari Abc.net.au, Jumat (16/10/2015).
Sementara itu, Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu juga tak kalah sengitnya.
"Kami tidak akan menandatangi perjanjian ini kalau tidak ada visa yang memudahkan warga Turki ke Eropa," tuturnya kepada saluran TV Turki, TGRT.
Kendati keras, Presiden Prancis Francois Hollande mengatkan bahwa 'peraturan sudah jelas' bahwa Turki harus terima perjanjian ini.
Sayangnya, 28 negara Uni Eropa tidak semuanya setuju dengan kemudahan visa Schengen untuk Turki. Kebijakan tersebut akan membuat mereka--para pencari suaka dengan mudah masuk ke Eropa secara legal.
PM Hungaria Victor Orban yang terkenal vokal, mengkritik perjanjian ini dan berjanji akan menutup perbatasan dengan pagar tembok.
Kroasia juga mengatakan bahwa lebih dari 4.800 orang masuk ke negaranya pada Rabu 14 Oktober lalu. Total sudah ada 175 ribu pencari suaka berada di negara-negara Uni Eropa. (Rie/Ein)