Demi Gengsi, Banyak Orang Rela Berbohong di Medsos

Hal tersebut bisa terjadi atas dasar tendensi penggunanya yang dikendalikan oleh rasa gengsi yang berlebih

oleh Jeko I. R. diperbarui 18 Okt 2015, 09:07 WIB
Hal tersebut bisa terjadi atas dasar tendensi penggunanya yang dikendalikan oleh rasa gengsi yang berlebih

Liputan6.com, London - Para pengguna media sosial kerap berlomba-lomba mem-posting momen-momen ekslusif mereka. Harus diakui, pasti Anda sebagai pengguna medsos, pernah merasakan pengalaman melihat beberapa dari banyaknya teman Anda mengunggah foto atau video di linimasa medsos, yang mana memperlihatkan kegiatan plesiran, makan makanan mahal, berlibur di tempat mewah, atau berpesta di klub.

Sayangnya, sebuah survei terbaru menunjukkan bahwa semua kegiatan hedonisme tersebut ternyata lebih banyak yang palsu, alias sebuah kebohongan belaka. Kok bisa?

Menurut informasi yang dilansir laman Mirror, vendor smartphone HTC telah melakukan survei di beberapa negara Eropa, mulai dari Inggris, Spanyol, Perancis dan Italia. Survei tersebut ditargetkan ke responden berumur 16 sampai 54 tahun. Terdapat beberapa fakta menarik yang dijamin bakal membuat Anda dapat menganga lebar.

Survei pertama menemukan bahwa setengah dari populasi masyarakat Inggris kerap bergonta-ganti profile picture di medsos. Ditemukan, alasan mereka gonta-ganti foto profile tersebut adalah karena ingin tetap update. Bahkan, sebagian dari mereka ingin memperlihatkan foto profile mereka yang diambil di tempat-tempat mewah. Kenyataannya, mereka mengakui bahwa mereka tidak mengambil foto tersebut di tempat mewah.

Selain itu, sekitar 75 persen orang Inggris mengakui bahwa mereka memang menilai teman-temannya berdasarkan postingan yang mereka unggah di Facebook, Instagram atau Snapchat.

Dari sekitar 1.000 responden orang Inggris, 52 persen dari mereka membeberkan bahwa postingan yang mereka unggah di medsos (seperti makanan, barang dan tempat mewah) merupakan gambar yang mereka ambil dari internet (kebanyakan dari Tumblr dan situs pencarian Google). Parahnya, tujuan mereka mengunggah foto-foto palsu tersebut hanyalah untuk membuat teman dan keluarga mereka iri.

Psikolog Jo Hemmings yang melakukan studi terhadap fenomena ini, mengatakan bahwa hal tersebut bisa terjadi atas dasar tendensi penggunanya yang dikendalikan oleh rasa gengsi yang berlebih.

"Dengan berkembangnya teknologi serta medsos secara pesat, orang-orang memanfaatkan momen untuk berbagi. Namun, yang disalah gunakan adalah momen yang mereka bagikan itu ditujukan untuk pamer belaka," ungkap Hemmings.

"Perpaduan gaya hidup konsumtif pun menjadi salah satu dorongan terkuat. Mereka mem-follow banyak akun di Instagram. Akun fashion, online shop, bahkan selebriti Hollywood. Karena tak mampu, mereka hanya membayangkan saja mengenakan barang-barang mewah, atau makan di tempat mewah. Akibatnya, mereka terpaksa memalsukan kondisi mereka dengan mengambil foto-foto yang beredar di medsos," tambahnya.

(jek/dhi)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya