Liputan6.com, Jakarta - Pembakaran rumah ibadah di Aceh Singkil, Aceh, memberikan gambaran bahwa masalah toleransi umat beragama harus terus ditingkatkan. Masyarakat pun berharap, negara lebih berperan memberikan jaminan kebebasan menjalankan agama masing-masing.
Selasa siang 12 Oktober silam, prahara pecah di Desa Dangguran, Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh. Ratusan orang terlibat kerusuhan karena massa memprotes pembangunan rumah ibadah yang dianggap tak berizin.
Kerusuhan semakin mencekam saat tembakan senjata meletus. Massa semakin marah dan bergerak menuju Desa Sukamakmur, Kecamatan Gunung Mariah.
Advertisement
Di desa kecil ini, kemarahan massa memuncak hingga terbakarnya rumah ibadah. Polisi hanya berjaga, tak mampu mencegah.
Berdalih kalah jumlah, aparat keamanan hanya bisa menyaksikan amarah dan jilatan api menghanguskan rumah ibadah, tempat yang biasanya disakralkan umat manusia.
Insiden ini menewaskan 1 orang warga yang terkena timah panas, yang entah keluar dari senjata siapa. 7 Warga terluka, sementara ribuan warga lainnya ketakutan dan harus mengungsi.
Ingin menertibkan gereja yang dianggap tak berijin. Itulah yang dimau sebagian warga Aceh Singkil.
Warga berpedoman pada kesepakatan yang dibuat tahun 2001, bahwa di daerah itu hanya boleh ada 1 gereja besar dan 4 gereja kecil.
Tetapi sudah 14 tahun berlalu, kini mayoritas penduduk Gunung Meriah sekitar 60 persen beragama Kristen dan sisanya Islam. Tentu saja, warga kristen merasa kekurangan tempat beribadah.
Tetapi ijin mendirikan gereja pun kerap ditolak, karena masih mengacu peraturan lama, sehingga berdirilah tempat ibadah yang dianggap ilegal.
Inilah yang banyak menjadi sumber konflik antaragama. Lalu dimanakah peran pemerintah? Sudahkah bisa menjamin kebebasan warga negaranya beribadah sesuai amanat Undang-Undang Dasar?
Apa yang terjadi di Kabupaten Aceh Singkil seakan mengulang peristiwa kelam yang terjadi di Tolikara, Papua Juli lalu. Rumah ibadah umat Islam di kota itu dibakar, di tengah perayaan Salat Idul Fitri.
Ketegangan antara 2 pemeluk agama di Bumi Cendrawasih pun sempat memanas.
Pertanyaanya, apakah toleransi antar-pemeluk agama di negeri ini sudah menipis? Kenapa konflik antar-agama selalu berujung pengrusakan.
Masih adakah rasa saling menghormati dan melindungi antarsesama pemeluk agama?
Saksikan rangkuman Kopi Pagi (Komentar Pilihan Liputan 6 Pagi) selengkapnya yang ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (18/10/2015), di bawah ini. (Nda/Ado)