Liputan6.com, Jakarta - Setahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf kalla (Jokowi-JK) ditandai dengan badai pelemahan ekonomi dalam negeri. Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut kondisi saat ini termasuk krisis ringan. Bila tak diatasi dengan langkah konkret maka akan membawa dampak buruk bagi masyarakat.
"Ada krisis ringan karena dibanding target tahun ini ya tidak tercapai, ini sudah peringatan. Kalau tidak diperbaiki bisa jadi krisis," kata JK dalam wawancara khusus 'Setahun Jokowi-JK' bersama Liputan6.com dan Liputan 6 SCTV di Rumah Dinas Wakil Presiden, Jakarta, Minggu 18 Oktober 2015.
JK menjelaskan, target pertumbuhan ekonomi di tahun pertama mencapai 5,75 persen. Namun hal itu tidak terpenuhi, karena pertumbuhan ekonomi yang terealisasi hanya 4,72 persen.
Menurut dia, hal ini terjadi karena pelemahan global atau faktor eksternal. Selain itu, faktor internal dalam negeri juga turut memberikan pengaruh. "Kita harus maklumi bahwa pelemahan disebabkan eksternal ekonomi melemah dan faktor internal," tutur dia.
Dari faktor eksternal, terjadi penguatan dolar Amerika Serikat dan China yang terkena dampak global juga menerapkan kebijakan devaluasi yuan. Kedua hal tersebut berpengaruh pada menurunnya nilai tukar rupiah.
Faktor internal, lanjut JK, juga berkontribusi pada melemahnya pertumbuhan dalam negeri karena ekonomi Indonesia ditopang oleh ekspor. Di saat yang bersamaan, ekspor kurang diminati pasar dunia.
"Saya sadari ekonomi kita ditopang ekspor dan raw material, dan ini melemah. Iron ore melemah, nikel melemah, minyak melemah. Artinya pendapatan masyarakat di daerah penghasil itu menurun, daya beli pun menurun dan sebabkan efeknya ke industri. Industri otomatis juga menurun. Ini yang kita kenal pelemahan akibat sektor ekspor kita," papar JK.
Solusi JK
Mantan Ketua Umum Golkar ini tidak hanya sekadar mengidentifikasi masalah-masalah ekonomi bangsa. Namun, solusi telah disiapkan, yakni mengurangi impor.
"Barang-barang yang diimpor harus dikurangi dan diproduksi dalam negeri. Impor pangan yang selama ini masih banyak harus diperkuat. Kurangi impor," ujar JK.
Bila impor berkurang maka kebutuhan yang dipenuhi dapat ditutup dengan produksi dalam negeri. Hal ini dapat menciptakan lapangan kerja dan di saat yang bersamaan terjadi perputaran uang.
Sayangnya, dengan jumlah penduduk mencapai 250 juta, Indonesia masih terkendala kurangnya infrastruktur, ongkos logistik yang mahal, dan birokrasi yang berbelit. Menurut JK, kondisi demikian membuat industri dalam negeri kurang bisa menopang ketika impor dikurangi.
"Dalam hal yang bersamaan tingkatkan investasi pemerintah dan juga swasta sehingga timbul lapangan pekerjaan baru. Mempermudah izin dan mempermurah ongkos, itu yang kita lakukan," tandas JK. (Silvanus Alvin/Gdn)*
Advertisement