DPR Minta Kementerian Agraria Evaluasi Anggaran

Keberadaan Kementerian ATR/BPN belum signifikan. Hal ini mengacu pada pada kegiatan-kegiatan sebelumnya yang masih sama.

oleh Gerardus Septian Kalis diperbarui 19 Okt 2015, 16:00 WIB
Mentri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (21/9/2015). Rapat membahas Anggaran di Kementrian Agraria tahun 2016. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi II DPR meminta Sekjen Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengevaluasi kenaikan anggaran di lembaganya.

Anggota Komisi II DPR Amirul Tamim mengatakan, keberadaan Kementerian ATR/BPN belum signifikan. Hal ini mengacu pada pada kegiatan-kegiatan sebelumnya, di mana lembaga ini belum menjadi kementerian tersendiri.

"Anggaran ini hampir sama saja, berarti kelihatan bahwa program ini hanya disesuaikan dengan anggaran, bukan program didukung oleh anggaran," ujar Amirul di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (19/10/2015).

Sebaiknya, lanjut Amirul, dengan keberadaan kementerian ATR/BPN diharapkan program-programnya lebih tajam lagi, sehingga nanti anggaran bisa menyesuaikan.

"Jika dilihat dari penambahan anggaran program di Kementerian ATR/BPN sepertinya banyak program yang disesuaikan dengan anggaran," tukas Amirul.

Dia menjelaskan, pemanfaatan anggaran terhadap tata ruang harus diperhatikan, mengingat besarannya dana yang dikeluarkan ditambah banyaknya wilayah di Indonesia yang dilibatkan jelas erat terkait dengan penambahan anggaran.

"Fungsi kementerian harus bisa meminimalkan masalah dan menangani secara dini untuk bagaimana menata lebih lanjut masalah tata ruang," ujar Amirul.

Anggota Komisi II DPR Azikin Solthan mengatakan, dari beberapa rapat kerja sebelumnya bersama Menteri ATR/BPN ada hal yang menjadi fokus pembahasan terkait sertifikat tanah masyarakat dengan Program Nasional Agraria (Prona).

"Saya dapati di beberapa daerah, ada masyarakat masih dipungut biaya, meskipun ini namanya Prona dengan berbagai alasan kerja sama kepala desa dan lurah," ujar Azikin.

Alasannya, lanjut Azikin, untuk membuat patok dan sebagainya. Karena itu pada pertemuan yang lalu, agar beban dana patok ini dimasukkan ke dalam anggaran dan jangan lagi dibebankan kepada masyarakat.

"Karena biaya patok itu Rp 1 juta, tapi dipungut sampai Rp 2,5 juta," ujar dia.

Azikin juga meminta agar Kementerian ATR/BPN dapat membuat lebih jelas daftar rincian penambahan anggaran sebesar Rp 197,4 miliar yang diusulkannya.

"Apakah penambahan anggaran ini berpihak kepada masyarakat atau tidak? Kalau toh ada pengurangan jangan ada yang terkait langsung dengan kepentingan masyarakat," pungkas Azikin. (Dms/Ans)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya