Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari 100 orang diamankan oleh polisi terkait insiden di Senayan saat laga final Piala Presiden 2015 berlangsung Minggu 18 Oktober 2015. Ternyata, pemuda-pemuda yang ditangkap itu bukanlah anggota Jakmania.
Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian menegaskan massa yang ditangkap selama persiapan dan pelaksanaan laga final Piala Presiden 2015 tidak bisa disebut anggota Jakmania.
"Perlu diketahui, mereka tidak harus dibahasakan sebagai Jakmania. Jakmania ini ada yang struktural ada yang simpatisan masa cair. Jakmania ini tidak seperti organisasi hirarki yang terikat dengan kode etik seperti TNI/Polri," ujar Tito di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (19/10/2015).
"Jakmania ini organisasi lepas, sehingga massanya pun massa lepas. Sehingga belum tentu yang terlibat adalah betul-betul anggota Jakmania," tandas dia.
Menurut dia, pihaknya tengah mendalami adanya unsur kesengajaan dalam sejumlah insiden jelang final Piala Presiden 2015 itu. Dia juga menegaskan pengurus pusat Jakmania telah menyatakan sikap mendukung kelancaran partai final tersebut.
"Itu sedang kita pelajari apakah ada kelompok-kelompok yang teroganisasi. Jakmania sudah jelas posisinya. Pak Richard (Ketua Jakmania), Pak Rico (Eks Ketua Jakmania), dan korwil-korwil di seluruh Jakarta menyampaikan mereka mendukung final. Semua lancar dan terstruktur. Kalau pun dilakukan sporadis, kita pelajari. Bahkan mereka (pelaku) cenderung merupakan anggota geng motor," beber Tito.
Bukan Kerusuhan
Tito menegaskan peristiwa yang mewarnai laga final Piala Presiden itu bukan sebagai kerusuhan. Menurut dia, kerusuhan melibatkan massa yang sangat banyak.
"Saya mau koreksi, media jangan gunakan kata perusuh. Karena di Jakarta kan enggak ada kerusuhan selama Piala Presiden. Karena kalau kerusuhan itu melibatkan massa besar. Yang ada memang insiden-insiden kecil seperti pelemparan terhadap kendaraan," terang Tito.
Mantan Kapolda Papua itu juga mengatakan tindakan yang diambil polisi menghalau massa di sekitar Stadiun Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) sudah sesuai prosedur. Langkah represif untuk preventif itu diambil dalam rangka tugas polisi dalam menjaga keamanan dan ketertiban umum.
"Jadi dalam tugas ini, Polri memiliki kewenangan untuk menilai situasi. Dan ketika situasi kita lihat tidak aman untuk publik, maka kita bisa lakukan langkah diskresi," tutur Tito.
Dia memaparkan mekanisme pengamanan jajarannya di areal SUGBK, Minggu kemarin. Sejumlah personel polisi berpakaian preman masuk menembus barisan massa. Polisi tersebut melihat adanya potensi bahaya jika massa tersebut tidak diamankan.
"Mereka melihat potensi mengganggu, ada yang simpan batu, barang-barang berbahaya di kantong atau tas mereka. Setelah itu kami lakukan langkah mengamankan mereka. Karena kalau didiamkan akan mengganggu massa yang ada di GBK. Karena kita ketahui ada hubungan kurang harmonis antara bobotoh Persib atau Viking dengan Jakmania," papar Tito.
Oleh karena itu, kepolisian melakukan penilaian, kemudian melakukan langkah represif untuk preventif terhadap massa yang dianggap dapat mengancam keamanan.
"Di samping itu juga ada langkah represif untuk justisi. Misalnya pelempar batu, yang bawa senjata tajam, terbukti bawa narkoba, dan molotov, otomatis kita akan lakukan langkah penegakan hukum secara tegas, termasuk dalam melakukan penahanan," tandas Tito. (Bob/Yus)
Advertisement