Liputan6.com, Tel Aviv - Sebagian penduduk Israel keturunan Palestina merasa takut menggunakan bahasa Arab di tempat-tempat umum seperti di bus setelah terjadi peningkatan penusukan dan penembakan terhadap warga Yahudi.
Pendapat itu dikemukakan oleh Guy Sharet, seorang mantan wartawan Israel yang kini bekerja untuk Google di Tel Aviv, sekitar 70 kilometer dari Jerusalem, tempat sebagian besar serangan terjadi selama 3 minggu terakhir.
Advertisement
Sebagian pelaku serangan diketahui sebagai orang Palestina sehingga orang Yahudi curiga terhadap mereka.
"Orang Arab, mungkin pakai jilbab waktu mau ke mal harus diperiksa lebih ketat lagi daripada dulu," kata Guy Sharet seperti dikutip BBC, Selasa (20/10/2015).
"Atau orang bicara secara alami di bus dengan ibunya, di bus pakai telepon genggam, mungkin dia takut dan akhirnya pakai SMS (pesan pendek) atau pesan Whatsapp daripada berbicara dengan suara," imbuh dia.
Memicu Kecurigaan
Ia mengatakan, sebelumnya bahasa Arab --yang digunakan oleh orang-orang Palestina yang memegang kewarganegaraan Israel-- dipakai secara bebas sebagai bahasa resmi, bersama dengan bahasa Ibrani.
"Sekarang banyak dari mereka takut pakai bahasa Arab di bus karena mungkin ada yang curiga dan berpikir orang ini mau membikin serangan," jelas Sharet.
Kekerasan antara 2 komunitas, Yahudi dan Muslim di Israel, kembali meningkat sejak bentrokan di Masjid al-Aqsa pertengahan September lalu.
Hal itu dipicu oleh rumor di kalangan masyarakat Palestina bahwa Israel berusaha mengubah akses ke masjid, tetapi pihak berwenang Israel sudah menepis kabar itu.
Setidaknya 50 orang tewas dalam gelombang kekerasan terbaru dengan modus warga Palestina menggunakan pisau atau senjata lain dan kemudian dibalas dengan tembakan mematikan oleh aparat keamanan Israel. Dalam insiden paling baru, seorang tentara ditembak mati di sebuah stasiun bus. (Ado/Mar)