Liputan6.com, Jakarta Di tengah Kota Manado, tepatnya di Jalan DI Panjaitan yang sarat kendaraan, terdapat sebuah bangunan kelenteng bergaya klasik yang sudah berdiri sejak 300 tahun lalu. Kelenteng yang bernama lengkap Ban Hing Kiong ini tak hanya menjadi sekadar bangunan tempat ibadah, tetapi juga menjadi simbol Manado yang majemuk sejak lama.
Saat tim Liputan6.com berkunjung, yang ditulis pada Selasa (20/10/2015), Anton salah seorang pengelola kelenteng menuturkan, nama Ban Hing Kiong berasa Tiongkok yang terdiri dari tiga kata, yaitu Ban yang sepadan dengan kata banyak, sedangkan Hing bermakna berkah, sedangkan Kiong memiliki arti istana. Secara harfiah, nama Ban Hing Kiong dapat dimaknakan sebagai suatu tempat ibadah yang dibangun sebagai istana Tuhan dan memiliki berkah yang melimpah.
Advertisement
Lebih jauh Anton menceritakan, kelenteng yang diklaim tertua di Manado ini telah dibangun sejak 1819, dan mengalami beberapa kali pemugaran pada rentang waktu antara 1854-1859 dan 1895-1902. “Bangunan ini pernah kebakaran, itu terjadi pada 14 Maret 1970. Akibat kebakaran itu, bangunan utama kelenteng hangus,” ungkap Anton menceritakan.
Kemudian pada 1971, kelenteng didirikan kembali menyerupai bangunan pada awalnya. Setelah tragedi kebakaran tersebut, di akhir 1994 tepatnya pada 10 September atau bersamaan dengan 2545 bulan 8 pada penanggalan Imlek, kelenteng Ban Hing Kiong diresmikan berdiri kembali melalui upacara Pwa Pwe, yaitu upacara sembayang besar.
Saat menginjakkan kaki di pintu masuk, kelenteng Ban Hing Kiong dibalut banyak simbol pada tiap sudutnya. Berbagai simbol yang ada mengandung pesan suci bagi orang yang bisa membacanya. Saat menginjak lantai di bawah gapura misalnya, manusia diibaratkan sesang berada di kehidupan duniawi menuju kehidupan yang suci. Hal ini disimbolkan dengan jalan pintu masuk yang sempit menuju jalan yang lebih luas ke dalam.
Sementara itu, halaman kelenteng yang melebar mengandung makna bahwa Tuhan senantiasa menolong umatnya dengan memberikan jalan keluar dari setiap masalah kehidupan. “Tahukah kamu, kenapa atap kelenteng ini berbentuk seperti perahu? Dalam pengertian rohani, itu simbol bahwa Tuhan dan Dewa Dewi senaniasa menolong, melindungi, dan menyelamatkan umat manusia,” kata Anton.
Tak hanya itu, simbol-simbol lainnya juga ditemukan di pintu utama kelenteng, misal tulisan Hong Tiau U Sun Kok Thay ping An yang menurut Anton memiliki arti, hujan dan angin selaras rakyat dan negara tentram. Sementara itu, di bagian kiri dan kanan pintu utama terdapat pintu kecil yang langsung menghubungkannya dengan ruang utama peribadatan. Tepat di belakang ruang peribadatan tersebut, terdapat ruang kebaktian, yang digunakan untuk penerangan batin dan menghayati sikap welas asih para Dewa-Dewi. (Ibo)