MK Tolak Uji Materi Sistem Rekapitulasi Berjenjang UU Pilpres

Sistem rekapitulasi berjenjang yang dikatakan menimbulkan kerugian hak untuk memilih dalam pilpres, ternyata tidak dapat dibuktikan.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 21 Okt 2015, 03:23 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi Pasal 141 sampai dengan Pasal 156 Undang-Undang No 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).

Di mana dalam pasal-pasal tersebut yang digugat oleh warga negara yang mengatasnamakan Warga Bela Negara, mengatur sistem rekapitulasi penghitungan suara dalam pilpres.

"Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Hakim Wahiduddin Adams yang membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa 20 Oktober 2015.

Dalam pertimbangan MK, sistem rekapitulasi berjenjang yang dikatakan menimbulkan kerugian hak untuk memilih dalam pilpres, ternyata tidak dapat dibuktikan, karena pemohon tidak menyerahkan bukti tertulis atau dokumen yang dapat mendukung dalil itu.

"Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo, dan pokok permohonan tidak dipertimbangkan," jelas dia.

Warga Bela Negara, sebelumnya menyampaikan bahwa sistem rekapitulasi berjenjang dari tingkat Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK) hingga tingkat nasional menimbulkan potensi kecurangan sistemik.

Seperti, Pasal 141 ayat (1) menyebutkan PPK membuat berita acara penerimaan hasil penghitungan suara pasangan calon dari TPS melalui Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Pasal 155 ayat (1) menyebutkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pasangan calon dengan menggunakan format yang ditetapkan dalam peraturan KPU.

Menurutnya, rekapitulasi berjenjang yang termuat dalam pasal itu bertentangan dengan Pasal 22E UUD 1945 terutama asas jujur dan adil dan penggunaan anggaran bertanggung jawab yang dijamin Pasal 23 UUD 1945. (Ado/Mar)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya