Liputan6.com, Jakarta Dua orang lelaki berparang lengkap dengan tameng menghadang kedatangan tamu yang berkunjung ke komunitas adat Saluan di Nambo, Banggai. Seorang laki-laki lainnya berdiri tegap memegang sosuduk, tombak adat yang berujung lurus. Lalu dua lelaki berparang tadi dengan suara keras dalam bahasa ibu Saluan menghadap sang tamu sambil menanyakan maksud kedatangannya.
Setelah diketahui bahwa ternyata tamu yang datang memiliki maksud baik, mereka lalu menari di depan tamu itu dan meminta perlindungan. Lalu setelah itu sang tamu disambut mo kakambuhi pae kinini, yaitu hamburan beras kuning ke arah wajah dan kepalanya. Kemudian Hoi, pujian kepada Tuhan yang Maha Kuasa disampaikan dengancara berdendang.
Advertisement
Adegan tersebut merupakan bagian dari Umapos, yaitu tradisi penyambutan tamu yang ada dalam masyarakat Saluan, Sulawesi Tengah. Saluan adalah salah satu kelompok suku besar yang mendiami wilayah di Kabupaten Banggai, selain suku Banggai dan Balantak.
"Makna mo kambuhi pae kinini, menghamburkan beras kuning adalah agar tamu yang datang dijauhkan Tuhan Yang Maha Kuasa dari Marabahaya. Lalu hamparan kain putih diniati agar sang tamu membawa hal-hal yang baik bagi warga setempat dan bentuk penghormatan adat kami bagi Pak Gubernur yang orang tuanya pernah memimpin suku-suku asli di Lembah Palu," jelas Umurdin D. Budahu, tetua adat Saluan, usai prosesi adat di Nambo, Minggu (18/10/2015) lalu.
Lebih jauh Umurdin menjelaskan, tradisi ini sejak lama telah dipertahankan sebagai budaya asli dari masmyarakat saluan, dan tidak sembarang tamu bisa mereka terima kedatangannya dengan adat Saluan, hanya orang-orang tertentu saja. (Dio Pratama/Ibo)