Paket Kebijakan Ekonomi Jilid V Diyakini Angkat Rupiah

Pemerintah optimistis paket kebijakan ekonomi jilid V akan menolong nilai tukar rupiah yang masih mengalami fluktuasi.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 23 Okt 2015, 13:05 WIB
Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo menjelaskan 5 paket kebijakan di Istana Negara. (Foto: Faizal Fanani/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah optimistis paket kebijakan ekonomi jilid V akan menolong nilai tukar rupiah yang masih mengalami fluktuasi. Paket kebijakan tersebut salah satunya berisi diskon pajak penghasilan (PPh) final untuk revaluasi aset. 

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, selain memberikan diskon PPh final, paket kebijakan itu juga menghilangkan pajak berganda untuk instrumen keuangan yang berbentuk kontrak investasi kolektif dari dana investasi real estate (DIRE) atau REIT. Diyakini, paket ini bakal memperbaiki kurs mata uang rupiah.

"Mempengaruhilah (kurs rupiah). Karena kalau investor punya pemikiran positif, pasti akan mempengaruhi nilai tukar," terang dia saat ditemui di Jakarta, Jumat (23/10/2015).

Dalam paket kebijakan ekonomi jilid V itu, lanjut Bambang, ada penurunan besaran tarif khusus untuk PPh final revaluasi dari 10 persen menjadi 3 persen bila diajukan revaluasinya hingga 31 Desember 2015.

Selain itu, besaran tarif khusus untuk PPh final revaluasi menjadi 4 persen bila diajukan revaluasinya pada periode 1 Januari 2016-30 Juni 2016.

"Lebih lambat maka tarifnya lebih mahal, tapi tetap di bawah tarif normal 10 persen," kata Bambang.

Sementara itu, besaran tarif khusus untuk PPh final revaluasi menjadi 6 persen bila pengajuan revaluasinya 1 Juli 2016-31 Desember 2016.

"Masih di bawah 10 persen tapi lebih tinggi dari dua periode sebelumnya," ujar Bambang.

Paket kebijakan ekonomi jilid V juga menghilangkan pajak berganda untuk instrumen keuangan yang berbentuk kontrak investasi kolektif dari dana investasi real estate (DIRE) atau REIT. REIT ini adalah salah satu sarana investasi baru yang secara hukum di Indonesia akan berbentuk kontrak investasi kolektif.

Terkait fluktuasi kurs rupiah, kata Bambang, hal itu sangat wajar terjadi. Pasalnya dia menyebut, tidak ada mata uang yang bergerak searah.

"Tapi itu memang trennya, biasa itu memang jalannya," ujar Bambang.

Dalam kesempatan yang sama, Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengakui bahwa volatilitas atau pergerakan rupiah saat ini yang naik turun tidak akan mengganggu dunia usaha.

"Tidak, kan pengusaha juga sudah tahu levelnya di Rp 13.700 per dolar AS. Pengusaha pasti punya mekanisme dan teman-teman di di pasar keuangan yang melihat fluktuasi ini setiap hari. Tapi kita bukan 14.500 per dolar AS, tapi Rp 13.500-13.700 dan kalau di sekitar itu dunia usaha masih bisa adjust sendiri," terangnya.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, rupiah terdepresiasi 5,35 persen ke level Rp 13.783 per dolar AS pada kuartal III ini dibanding kuartal sebelumnya Rp 13.131 per dolar AS.

"Kemudian tekanan kurs mereda pada awal Oktober 2015 seiring penguatan rupiah. Rupiah menguat 6,8 persen ditutup ke level 13.717 per dolar AS per 21 Oktober 2015. Jadi secara year to date, rupiah melemah 9,7 persen," ucap Agus. (Fik/Zul)*

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya