Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi VII Adian Napitupulu mengatakan, dalam menerapkan sebuah hukuman terhadap pelaku tindak pidana, sebaiknya perlu dipertimbangkan, apakah aturan tersebut bisa direvisi atau tidak.
"Anda tidak bisa membuat sebuah hukuman yang tidak bisa direvisi jika terjadi kesalahan. Kalau dia dihukum mati, kan tidak bisa dihidupkan lagi," ujar dia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (23/10/2015).
Karena itu, menurut Adian, penerapan hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, bertentangan dengan bentuk pemidanaan yang berlaku.
"Tidak bisa hukuman fisik seperti itu (kebiri), maling dipotong tangan, kemudian pelaku pencabulan dikebiri. Kita tidak mengenal pola pemidanaan seperti itu. Hal ini berpotensi melanggar HAM," tegas politikus PDIP itu.
Adian berpendapat, sebuah hukuman harus membuka diri untuk dapat dikoreksi atau diralat jika terjadi kesalahan.
"Kalau pelaku pencabulan itu adalah laki-laki yang belum berkeluarga, ketika dia dikebiri kita kan merampas hak reproduksinya. Jadi tidak fair dong. Seolah-olah karena kesalahan lelaki itu dia tidak boleh punya anak lagi," tutur dia.
Adian memahami kegeraman Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa terkait kekerasan asusila terhadap anak yang akhir-akhir ini banyak terjadi. Tetapi, hendaknya tidak lupa juga bahwa kesalahan pemidanaan masih terbuka, bahkan sampai tingkat kasasi.
"Maka bentuk pemidanaan itu harus masuk pada bentuk pemidanaan yang bisa diralat," pungkas Adian.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui pemberian hukuman tambahan kepada pelaku kekerasan asusila terhadap anak, dengan hukuman kebiri hasrat seksual atau saraf libido, bagi yang terbukti melakukan kejahatan tersebut. (Rmn/Ans)
Advertisement