Liputan6.com, Washington DC - Bukan sulap bukan sihir, ternyata pemilihan umum presiden AS mendatang dapat diprediksi siapa pemenangnya. Hal itu diperoleh dari kecanggihan suatu teknologi dalam sebuah komputer yang mengelola data tentang prediksi Presiden AS pengganti Barack Obama.
Hal ini dinyatakan oleh Reuters pada 15 Oktober 2015. Kantor berita ini yang membidani teknologi peramal pemenang pemilu AS. Menurut kantor berita Inggris ini, Partai Republik adalah calon penguasa Gedung Putih di masa depan.
Advertisement
Hal ini bergantung pada faktor yang mereka analisa. Pertama adalah faktor kandidat yang dimiliki partai berlambang gajah itu. Yang paling penting tren sejarah 'penerus' calon-orang dari partai yang sama. Kemungkinan, partai dengan pemenang presiden berturut-turut, memiliki kemungkinan kecil untuk menang.
Analisis komputer itu menggunakan data-data historis. Kemungkinan itu adalah standar yang lebih baik untuk menilai pemilu mendatang dari pada data polling, setidaknya untuk saat ini. Data polling dengan rata-rata kesalahan 8 persen dari hasil aktual itu karena sekarang masih jauh dari pemilu. Meskipun margin of error semakin kecil ketika hari pemilihan semakin dekat.
Hasil pemodelan adalah konsep yang sederhana: melihat data masa lalu, mengidentifikasi pola, dan menggunakan pola-pola untuk membuat prediksi. Jadi komputer itu memulai 'penghitungannya' dengan menggabungkan data dari pemilihan presiden terakhir di Amerika Serikat, tetapi kinerjanya terhambat oleh kenyataan bahwa tidak ada banyak pemilu di 25 hingga 100 tahun terakhir.
Lantas, si komputer membuat membuat database yang jauh lebih besar dari pemilu dengan melihat pemilihan di luar Amerika Serikat untuk ratusan pemilihan presiden dan parlemen di negara-negara demokratis di seluruh dunia.
Latihan ini memberi mereka data yang jauh lebih untuk bekerja dengan ukuran sampel lebih dari 450 pemilu dari 35 negara.
Kekuatan 'Jabatan'
Temuan paling penting dari model ini adalah kekuatan jabatan: jika Anda sudah memegang jabatan yang Anda cari, Anda jauh lebih mungkin tidak dapat mempertahankan jabatan itu.
Cara kerja komputer itu, menunjukkan bahwa kekuatan dari inkumben. Ketika jabatan telah dipegang, tentu tak mudah untuk melepaskannya. Sehingga, si calon akan habis-habisan mempertahankan kedudukannya. Namun, jika kini tak ada inkumben yang turut serta, (dalam hal ini, Demokrat) ia memiliki kemungkinan untuk kalah.
Dari database Reuters tentang pemilihan global, mereka juga belajar tentang pentingnya mengetahui di mana masyarakat berdiri pada arah negara mereka dan kepemimpinan mereka. Apakah mereka umumnya senang atau tidak senang dengan pemerintah? Ada beberapa cara untuk mengukur ini, tetapi yang paling universal adalah peringkat persetujuan pemimpin atau presiden.
Model komputer itu membuktikan kekuatan peringkat persetujuan presiden. Menentukan bahwa agar calon pengganti memiliki peluang menang lebih baik. Namun, diketahui, Barack Obama punya rata -rata rating persetujuan hanya 45 persen, calon pengganti (yaitu Demokrat) tipis kemungkinan untuk menang.
Kendati demikian, tak mudah untuk 'merendahkan' Hillary Clinton. Ia adalah kandidat spesial, punya popularitas yang baik dan ia adalah kandidat penuh dengan 'warisan'. Hillary lebih mirip 'inkumben' daripada kandidat lepasan seperti calon yang dimiliki partai berlambang keledai.
Namun, kembali lagi dengan perhitungan 'canggih' berdasarkan hipotesa, cara kerja model, dan persetujuan Obama yang hanya 45 persen, kemungkinan Hillary untuk menang masih kurang dari setengah.
Oleh karena itu, Partai Demokrat harus mengumpulkan segunung kekuatan untuk mempertahankan kekuasaannya. Demikian, saran analisa si juru ramal komputer itu. (Rie/Hmb)