Ketua Komisi VIII: Karhutla Buat Rakyat Tak Bersalah Jadi Sakit

Saleh meminta pemerintah mengambil langkah-langkah cepat dalam menangani korban asap.

oleh Muhammad Ali diperbarui 25 Okt 2015, 23:55 WIB
Ilustrasi Kebakaran Hutan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) perlu menjadi perhatian dan konsentras utama pemerintah. Sebab asap yang ditimbulkan karhutla tersebut telah menyebar secara merata hampir di seluruh Sumatera dan Kalimantan. Akibatnya, asap telah menjadi sumber penyakit pernafasan yang mengancam kesehatan masyarakat.

"Saat ini saya sedang berkeliling di beberapa kabupaten/kota di wilayah Tapanuli bagian selatan (Mandailing, Sidempuan, Paluta, Palas, Tapsel). Wilayah ini berjarak kurang lebih 300 KM dari Riau, 650 KM dari Jambi, dan 820 KM dari Sumsel. Namun, asap yang ada di Tabagsel ini sudah hampir sama pekatnya dengan di daerah karhutla tersebut," kata Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay dalam keterangan tertulis, Jakarta, Minggu (25/10/2015).

Ini menandakan bahwa asap yang disebabkan karhutla tidak hanya mengganggu masyarakat sekitar lokasi kebakaran. Tetapi telah menjadi bencana bagi masyarakat luas.

"Kemarin, saya mendatangi rumah-rumah sakit daerah di sini. Saya menemukan banyak pasien yang mengalami gangguan pernafasan. Yang lebih menyedihkan, ada anak berusia 2 bulan harus dirawat dan dibantu pernafasannya dengan tabung oksigen," ujar dia.

Melihat massifnya penyebaran penyakit akibat asap tersebut, ia meminta pemerintah mengambil langkah-langkah cepat dalam menangani korban. Pemerintah tak boleh hanya melayani para korban di daerah karhutla. Tetapi, harus ada kebijakan agar semua korban akibat asap ditangani pemerintah.

"Di rumah-rumah sakit saat ini berbaring sakit masyarakat tidak bersalah. Sungguh sangat tidak adil jika mereka harus membayar biaya pengobatan. Sementara mereka sendiri berasal dari keluarga kurang mampu," ungkap dia.

Saleh mengaku menemukan banyak korban asap yang tidak mendapatkan asuransi dari pemerintah. Bahkan ada yang terpaksa meninggalkan pekerjaan karena harus dirawat. Semestinya, mereka dibebaskan dari biaya pengobatan dan kebutuhan hidup keluarganya ditanggung oleh negara.

Hal itu dinilainya tidak berlebihan mengingat banyak kepala keluarga yang selama ini menghidupi mereka saat ini sedang dirawat di rumah-rumah sakit.

"Jangankan evakuasi, pembagian masker saja tidak ada. Pemerintah daerah di sini pun belum kelihatan memiliki agenda khusus terkait bencana asap ini. Sekolah-sekolah belum ada yang diliburkan," ujar Saleh.

Mestinya, pemerintah pusat bisa segera berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Harus ada arahan yang jelas dari pemerintah pusat.

"Selain itu, persediaan tabung-tabung oksigen harus diperbanyak. Termasuk memikirkan nasib masyarakat yang harus kehilangan penghasilan akibat sakit karena asap," tukas Saleh. (Ali/Dan)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya