Alasan Para Buruh Tolak Formula Upah Baru

Presiden KSPI Said Iqbal menilai dasar upah dalam perhitungan formula upah baru juga masih rendah.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 26 Okt 2015, 15:42 WIB
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Elemen buruh tergabung dalam Komite Aksi Upah (KAU) menyatakan menolak formula upah baru dalam paket kebijakan ekonomi jilid IV yang mana memasukkan komponen inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Buruh menolak formula tersebut karena merasa tidak lagi dilibatkan dalam perhitungan upah.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, dengan adanya komponen inflasi dan pertumbuhan ekonomi tidak memasukkan peran buruh. Sebab, kini perhitungan upah berlandaskan data Badan Pusat Statistik (BPS).

"Dalam PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, inflasi plus pertumbuhan ekonomi dalam paket kebijakan jilid IV, peran buruh ditiadakan karena sudah ditentukan inflasi data BPS, pertumbuhan ekonomi data BPS," kata dia di Jakarta, Senin (26/10/2015).

Dia mengatakan, formula tersebut hanya menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha. Dia menuturkan, dengan tidak adanya peran buruh maka pemerintah berniat membawa kepada rezim upah murah.

"Rezim upah murah karena tidak ada hak berunding. Karena tidak berunding, ya rezim upah murah," ujar Said.

Alasan lain, karena dasar upah dalam perhitungan formula upah baru masih rendah. Sebut saja, untuk Jakarta dengan upah minimum provinsi Rp 2,7 juta masih rendah dengan para tenaga kerja yang dikirimkan ke luar negeri seperti Malaysia dengan Rp 3,2 juta, lalu Filipina dengan upah Rp 3,6 juta, dan Thailand Rp 3,4 juta.

"Kalau berdasarkan 84 item komponen hidup layak (KHL)  seluruh Indonesia jadi Rp 3,7 juta baru bisa diskusikan inflasi plus pertumbuhan ekonomi," tandas dia. (Amd/Ahm)*

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya