MPR Bahas Persoalan Undang-Undang Pendidikan

Banyak peraturan perundangan yang belum sesuai dan mengacu pada UUD 1945, salahsatunya perundangan pendidikan.

oleh Gerardus Septian Kalis diperbarui 26 Okt 2015, 15:45 WIB
Ketua MPR Zulkifli Hasan (kiri) dan Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menggelar pertemuan dengan lembaga Mahkamah Agung terkait undangan pidato laporan kinerja lembaga negara, di Gedung MA, Jakarta, Kamis (9/7/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menerima kunjungan Lembaga Pengkajian MPR untuk membahas peraturan Undang-Undang Pendidikan yang dinilai belum sepenuhnya mengacu pada UUD pasal 31 ayat 1-5.

"Sebetulnya, kami tidak punya kewenangan untuk melakukan judicial review, tapi melalui lembaga ini, kita bisa memberi masukan pada DPR terkait pasal mana yang tidak sesuai dengan UUD," tutur Hidayat di ruang kerjanya, Nusantara III, Gedung DPR, Jakarta Senin (26/10/2015).

Dia mencontohkan, sebenarnya Undang Undang mengenai pertahanan negara sudah mengatur mengenai program bela negara yang dicanangkan Menteri Pertahanan baru-baru ini. Karena, dijelaskanya, bela negara itu sudah diatur di Pasal 30 dan 27.

"Di Pasal 30 itu jelas ada penegasan tentang melibatkan rakyat sipil dalam proses bela negara itu diatur dengan Undang Undang, nah ini (bela negara) kan tentu bagus. Kami di MPR mengingatkan agar masalah konstitusi harus ada payung hukumnya," kata Hidayat.

Politisi PKS ini juga menjelaskan, Lembaga Pengkajian MPR adalah suatu lembaga baru yang dibentuk MPR berdasarkan rekomendasi dari pimpinan MPR periode sebelumnya dan masuk dalam tata tertib di MPR.

Diungkapkannya, Lembaga Pengkajian MPR diisi oleh anggota tidak seluruhnya berasal dari anggota MPR aktif, tetapi juga terdiri dari para pakar dan mantan anggota MPR.

Meskipun lembaga ini baru terbentuk sekitar 2 bulan, Hidayat berharap, lembaga pengkajian MPR bisa dapat menyesuaikan program dan anggaran yang akan dikeluarkan.

"Sisi anggaran agak terkendala, untuk mereka (lembaga pengkajian MPR) masih sangat terbatas, untuk periode 2016 tentu harus dipikirkan tersendiri sekaligus kantor yang permanen," pungkas Hidayat. (Dms/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya