Jokowi dan Kabut Asap

Bencana asap yang terjadi beberapa bulan terakhir ini menjadi tantangan terbesar Jokowi.

oleh Luqman RimadiSilvanus AlvinTaufiqurrohmanPutu Merta Surya Putra diperbarui 28 Okt 2015, 00:03 WIB
Presiden AS Barack Obama dan Presiden RI Jokowi (kiri) memberi keterangan pers usai pertemuan di Gedung Putih, Washington, Senin (26/10). Pada kesempatan tersebut Jokowi mengajak Obama bekerja sama mengembangkan ekonomi digital. (REUTERS/Jonathan Ernst)

Liputan6.com, Jakarta - Cuaca cerah menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo atau Jokowi bersama rombongan di Washington DC, Amerika Serikat (AS), Minggu 25 Oktober. Rencananya, Jokowi lawatan di Negeri Paman Sam itu hingga Jumat 30 Oktober 2015.

Namun pada saat yang sama, cuaca di sebagian besar wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Papua tidak secerah di Washington. Kabut asap masih menyelimuti 3 wilayah itu, meski penanggulangan kebakaran hutan dan lahan dari Pemerintah terus dilakukan.

Karena itu, sebagian besar masyarakat di wilayah terdampak kabut asap itu mengeluh. Karena sejak 3 bulan bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan ini tak kunjung hilang. Khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan.

Keluhan masyarakat terdampak kabut asap ini akhirnya sampai di telinga Jokowi. Merasa bertanggung jawab sebagai pimpinan tertinggi di Tanah Air, Jokowi akhirnya memutuskan pulang lebih cepat dari lawatan kenegaraan di Amerika ini.

"Saya memutuskan membatalkan perjalanan ke West Cost dan mungkin langsung meluncur ke Kalteng atau Sumsel," ucap Presiden usai berbicara melalui telepon dengan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan di Blair House, Senin pagi, 26 Oktober 2015 pukul 10.35 waktu setempat.

Jokowi mengaku banyak mendengar keluhan dari masyarakat, laporan kesehatan, dan dampak sosial yang terjadi di daerah yang terkena asap. Sehingga memutuskan tidak melanjutkan perjalanan dan memilih kembali ke Tanah Air.

"Titik apinya masih ada di Sumsel 146 titik dan di Kalteng ada 366 titik ‎dan juga tempat lain," ujar dia.‎

Terkait rencana kunjungan ke West Cost, Jokowi akhirnya menugaskan menteri-menteri terkait untuk meneruskan agenda dan melakukan pertemuan dengan para CEO di San Fransisco. Di antaranya Menkominfo, Mendag, Kepala BKPM, Kepala Badan Ekonomi Kreatif‎.

‎Jokowi dan Ibu Negara Iriana akan kembali ke Tanah Air pada Selasa sore, 27 Oktober 2015, dan diperkirakan tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma pada Kamis 29 Oktober 2015, menggunakan Pesawat Kepresidenan Indonesia-1.

Meski Jokowi juga batal mengunjungi kawasan teknologi Silicon Valley, setidaknya dia sudah betemu dengan Presiden AS Barack Obama. Banyak hal yang dibicarakan dengan presiden yang akrab disapa Obama ini, khususnya kerja sama di bidang ekonomi.

Obama pun memaklumi kepulangan Jokowi lebih cepat ke Tanah Air, demi mengatasi masalah kabut asap. Namun Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi di Blair House Washington DC, Senin 26 Oktober 2015 mengatakan, dalam pertemuan bilateral antara Jokowi dan Obama di Oval Office, Gedung Putih, tidak dibicarakan langsung soal pembatalan agenda ini.


"Tidak dibicarakan secara resmi tapi disinggung sedikit dan Presiden Obama sangat memaklumi, sangat mengerti," kata Retno seperti dikutip dari Antaranews, Selasa 27 Oktober.

Dalam pertemuan bilateral, kedua kepala negara ini juga membicarakan soal penanganan bencana asap. Amerika bahkan menawarkan bantuan apa pun yang dibutuhkan dari pihak RI dengan komitmen bantuan US$ 2,7 juta.

"Dalam tone yang sangat positif, Presiden Obama memahami betul mengenai masalah asap yang tidak bisa dipadamkan begitu saja," pungkas Retno.

Menanggapi terkait kepulangan Jokowi lebih cepat, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid juga angkat bicara. Dia mengatakan, negara mempunyai kewajiban untuk melindungi warganya yang terkena dampak asap.  

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan kepada Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB), agar negara tidak perlu ragu menetapkan bencana asap di Sumatera dan Kalimantan menjadi bencana nasional.

Dia bahkan berharap, sepulangnya dari Amerika, Jokowi diharapkan membawa 'oleh-oleh' yang baik dan berkantor di lokasi terdampak kabut asap.

"Saya berharap sepulangnya dari Amerika, Presiden ngantorlah beberapa hari di daerah yang terkena dampak asap. Kalau beliau (Jokowi) melakukan itu menjadi bagian dari komitmen untuk menyelesaikan asap," kata Hidayat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 26 Oktober.

Tanda Tangan Surat

Tak kuat dengan kabut asap, warga Jambi menggalang seribu tanda tangan surat untuk Presiden Jokowi. Panjang surat ini mencapai 50 meter. Upaya ini dulakukan sebagai bentuk keluh kesah akibat bencana kabut asap yang terus menyelimuti mereka lebih dari 3 bulan belakangan.

Dona Pisceska, salah satu inisiator tanda tangan ini mengatakan, surat untuk presiden itu digagas atas inisiatif bersama yang kebanyakan adalah para perempuan di Jambi.

"Ini upaya kami menyampaikan penderitaan dan keluh kesah kami selama ini dikungkung asap selama berbulan-bulan," ujar Dona di Jambi, Selasa 27 Oktober 2015.

"Ini juga sebagai bentuk protes, pemerintah terkesan lamban, sampai sekarang asap pun belum teratasi," sambung dia.

Banyak kalangan ibu rumah tangga, pekerja kantor hingga ibu-ibu PNS di Jambi mendukung upaya tersebut. Kaum ibu menjadi warga yang paling terpukul, apalagi ketika melihat anak-anaknya sesak napas karena asap.

"Belum lagi melihat anak-anak kami tidak bisa bersekolah. Seharusnya pemerintah lebih tanggap dari awal, jangan setelah banyak korban baru bergerak," keluh Dona.

Selain melumpuhkan sejumlah fasilitas umum, akibat kabut asap, 90 ribu warga Jambi dinyatakan menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Ribuan lainnya juga menderita diare akibat kekeringan panjang.


Kisruh RAPBN 2016



Kunjungan Jokowi lebih cepat di Amerika disebut-sebut juga lantaran adanya kisruh RAPBN 2016. Wakil Ketua DPR Fadli Zon pun menyambut baik sikap Jokowi itu. Karena menurut politisi Gerindra ini, tidak ada hal yang substansial di Negeri Paman Sam itu.

"Kalau menurut saya, mungkin presiden mendengar juga masalah kabut dan lain-lain. Lagian juga di sana mau ngapain. Jadi lebih bagus mengurus di dalam negeri dan segera menuntaskan pembicaraan APBN yang belum beres," kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 27 Oktober lalu.

Fadli menilai, kehadiran Jokowi pada pembahasan RAPBN 2016 sangatlah penting. Sebab, presiden adalah komandan di pemerintahan. Apalagi, banyak kementerian yang belum memyelesaikan pembahasan APBN dengan komisi di DPR.

DPR, kata Fadli, bisa saja menolak pengesahan RAPBN 2016 jika pemerintah tak serius membahasnya. Apalagi, ada beberapa persoalan mendasar, di antaranya terkait Penanaman Modal Negara (PMN), Dana Tanggap Asap, juga soal Dana Desa.

"Jadi kalau nggak serius dan anggap enteng untuk apa kita teruskan. Bisa saja kan tertunda kalau ada fraksi yang menyatakan menolak. Makanya ingin ada penjelasan. Politik kan dinamis bisa aja disahkan bisa aja tolak," pungkas Fadli.

Pendapat berbeda disampaikan politisi PDI Perjuangan Junimart Girsang. Menurut dia, kepulangan Jokowi karena persoalan penaganan kabut asap yang semakin serius.

"Enggak juga lah soal RAPBN. Beliau kan sudah mengatakan masalah asap. Bahkan beliau akan langsung ke Kalteng dan Sumsel. Kita apresiasilah. Masalah asap ini kan sudah mulai krusial," kata Junimart di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 27 Oktober.

Hal berbeda juga disampaikan Wapres Jusuf Kalla. Pria yang akrab disapa JK ini mengatakan, kepulangan Jokowi lebih awal bukan menandakan bencana kabut asap makin parah.

"Saya kira tidak juga semakin parah. Bahwa parah, iya, tetapi tidak bertambah dari hari ke hari. Malah di Palangkaraya kan hujan semalam, jadi mungkin justru agak lebih turun sedikit lah. Tapi itu hanya di atas," kata JK di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa 27 Oktober.

Menurut JK, pemerintah terus berusaha memadamkan kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan ini. Pemerintah kini fokus merestorasi lahan gambut secara besar-besaran. Tujuannya untuk mengembalikan fungsi lahan gambut yang rusak.

"Untuk itu kita berterima kasih banyak atas tanggapan dan saran dari para ahli dan LSM. Karena itu kita mulai dengan suatu pertemuan dengan para ahli dan masyarakat," tandas JK.


Tantangan Jokowi



Bencana asap yang sekian lama melanda Sumatera dan Kalimantan terus menjadi perhatian, terlebih asap tipis kini sudah memasuki wilayah Ibukota.

Peneliti Populi Center Evita mengungkapkan, dari 250 responden, 60,8% masyarakat di daerah terdampak menyatakan tidak puas terhadap kinerja Jokowi-JK, sementara yang puas hanya 35,6% atau sepertiga dari responden.

"Hal ini, berbanding lurus dengan penilaian 250 responden terhadap menteri-menteri yang bekerja di Kabinet Kerja," terang Evita dalam pemaparan survei 'Satu Tahun Kabinet Kerja: Kinerja Sudah Terasa?' di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Pusat, Senin 26 Oktober lalu.

Evita menjelaskan, yang dimaksud daerah terdampak asap dalam evaluasi 1 tahun Pemerintahan Jokowi-JK ini adalah Provinsi Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.

Menurut responden Populi Center itu, mayoritas publik yang ada di daerah terdampak asap mengaku tidak puas dengan kinerja Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak Yohana Yambise, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.

"Bahkan kekecewaan masyarakat di daerah terdampak asap terhadap 3 menteri ini lebih tinggi persentasenya dibanding Menteri LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Siti Nurbaya dan Menteri Kesehatan Nila Moeloek," jelas Evita.

Sementara pengamat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, bencana asap yang terjadi beberapa bulan terakhir ini menjadi tantangan terbesar Jokowi. Sebab, kebakaran hutan dan lahan kali ini paling fenomenal sepanjang sejarah negeri ini.

"Kebakaran asap kali ini memang paling fenomenal sepanjang sejarah. Hal inilah menjadi tantangan Presiden Jokowi untuk uji kredibilitasnya," ujar Siti Zuhro di Jakarta, Selasa 27 Oktober.

Menurut Zuhro, persoalan kebakaran hutan dan lahan ini bukan hal sepele karena masalah ini berjalan berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Karena itu, dia meminta Pemerintah tidak mengesankan bahwa ada satu solusi cepat yang mampu menghentikan persoalan asap.

"Dalam beberapa waktu ke depan ada sejumlah agenda yang harus dilaksanakan lebih dari apa yang dilakukan pemerintah selama ini. Pemerintah juga wajib meyakinkan bahwa sejumlah daerah tertentu tidak akan berdampak," pungkas Zuhro. (Rmn/Ron)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya