Kisah Agus Salim, Dicela karena Berbahasa Indonesia

Dalam Peringatan Hari Sumpah Pemuda seperti sekarang ini, sepertinya kisah Agus Salim patut untuk diceritakan kepada generasi muda.

oleh Azwar Anas diperbarui 28 Okt 2015, 12:45 WIB
Dalam Peringatan Hari Sumpah Pemuda seperti sekarang ini, sepertinya kisah Agus Salim patut untuk diceritakan kepada generasi muda.

Citizen6, Jakarta Dalam Peringatan Hari Sumpah Pemuda seperti sekarang ini, sepertinya kisah Agus Salim patut untuk diceritakan kepada generasi muda. Kisah ini harusnya bisa menjadi inspirasi dalam mengamalkan butir-butir sumpah pemuda khusunya poin ketiga,"Berbahasa satu, bahasa Indoensia."

Agus Salim bergelar Pahlawan Nasional. Negarawan yang satu ini adalah seorang poliglot yang menguasai 9 bahasa di dunia. Akan tetapi, kagaduhan terjadi ketika Agus Salim mendapat kesempatan berpidato di sidang Dewan Rakyat (volksraad).

Di hadapan para petinggi Belanda, Agus Salim berpidato dengan bahasa Melayu/Indonesia. Belanda pun geger, sehingga muncul sanggahan-sanggahan yang bernada menghina. Seperti dikutip dalam buku, Tanah Air Bahasa, salah seorang anggota sidang dari Belanda mengiterupsi pidato Salim. Anggota volksraad itu kemudian bertanya dan menertawakan Agus Salim, "Jika Anda berpidato dengan bahasa Indonesia, bagaiamana Anda akan menyebut kata economic?".

Agus Salim tidak menggubris interupsi-interupsi tersebut. Dia melanjutkan pidatonya, dan tetap mengunakan bahasa Melayu. Sesekali Agus Salim memang menggunakan bahasa asing untuk menyebut kata yang belum diserap bahasa Indonesia. Ia kemudian tercatat sebagai orang pertama yang berpidato di volksraad dengan bahasa Melayu/Indonesia.

Apa yang dilakukan oleh Agus Salim adalah cerminan betapa bangganya seseorang terhadap bahasanya sendiri. Bahkan di saat negara ini belum merdeka. Meski demikian tidak menutup kemungkinan, kita juga harus menguasai bahasa asing.

Namun jika melihat fenomena sekarang ini, generasi muda justru lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada bahasa sendiri, rasanya sangat ironi. Apalagi muncul bahasa-bahasa alay yang mampu merusak kaidah bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Lantas masih relevankan Sumpah Pemuda, berbahasa satu bahasa Indonesia. Jawabannya ada pada diri Anda. (War)*

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini


**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya