Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merasa iba dengan sikap DPRD DKI yang dinilai 'ngotot' menyerang dirinya. Hal ini terkait Pansus pembelian RS Sumber Waras yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Ia mengatakan Pansus DPRD tidak memiliki dasar kuat untuk melaporkan dirinya ke KPK karena BPK DKI saja belum rampung menyimpulkan hasil investigasi mereka terkait pembelian lahan RS Sumber Waras.
"Mereka (BPK DKI) minta audit 60 hari. 60 hari sudah selesai. Sudah ada kesimpulan belum? Belum. Minta tambahan 20 hari lagi. Bagaimana Pansus DPRD bisa ngelaporin? Orang ini saja masih (proses audit). Itu kan namanya pansus politik," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (29/10/2015).
Ahok mengatakan jika DPRD ingin terlihat profesional dalam melakukan fungsi pengawasan anggaran, maka sebaiknya mereka membentuk panitia khusus (pansus) untuk kasus pengadaan UPS, scanner dan ESMS.
Sebab ketiga proyek pengadaan itu sudah jelas tidak memiliki plafon anggaran dalam APBDP DKI Jakarta, terlebih UPS yang sudah jelas-jelas sarat korupsi.
"Makanya kadang-kadang gua kasihan sama DPRD. Gua ajarin deh. UPS, Scanner itu yang mesti dipansusin bos. Sudah jelas nggak ada di KUA PPAS. Nah ini kalau dibawa ke pengadilan, saya kira lebih bagus," kata dia.
Baca Juga
Advertisement
Ia pun masih heran atas penilaian DPRD DKI Jakarta dan BPK yang mengindikasikan adanya kerugian negara dalam pembelian lahan tersebut.
Padahal Pemprov DKI Jakarta membeli lahan Sumber Waras dengan harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang jelas lebih rendah dari harga penilai properti (appraisal). Sementara banyak proyek negara yang menggunakan harga appraisal dalam hal pembebasan lahan dari warga.
"Kerugiannya di mana coba? Aku nggak ngerti. Kalau dianggap kerugian, saya kira pembelian jalan tol dan pembebasan MRT semua salah nggak belinya harga appraisal? Kalau maunya (mereka) gitu, salah dong semua, kenapa nggak (pemerintah) beli dengan NJOP," kata Ahok.
Total pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras adalah sebesar Rp 755 miliar. Jika disesuaikan dengan hasil appraisal, nilai pasar lahan tersebut per 15 November 2014 Rp 904 miliar. Artinya, nilai pembelian Pemprov DKI jauh di bawah harga pasar. (Nil/Mut)