Liputan6.com, Jakarta - Mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella selaku termohon mengajukan pencabutan gugatan praperadilan kepada hakim tunggal I Ketut Tirta.
Pengacara Rio Capella, Maqdir Ismail, mengatakan pencabutan gugatan dilakukan karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku termohon akan melakukan pelimpahan berkas perkara ke tahap penuntutan atau biasa disebut P21.
"Permohonan secara tertulis kami terima dari KPK bahwa mereka akan selesaikan berkas perkara dan dilimpahkan ke Tipikor. Oleh karena itu kami mohonkan agar praperadilan dicabut," ujar Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (30/10/2015).
Hal ini terkait status gugatan praperadilan yang diajukan Rio. Jika KPK melakukan pelimpahan berkas perkara dan menjadi tahap penuntutan, maka praperadilan yang diajukan Rio akan dinyatakan gugur.
Hal tersebut yang membuat tim pengacara Rio merasa gugatan praperadilan tidak perlu dilanjutkan.
Sementara itu saat dikonfirmasi di tempat yang berbeda, Plt Kepala Humas KPK Yuyuk Andriati membenarkan jika berkas Rio sudah rampung. Dan selama penuntutan, Rio akan ditahan di ruang tahanan KPK.
"Hari ini memang telah dilakukan proses tahap 2 (penyerahan tanggung jawab barang bukti dan tersangka) oleh tim penyidik KPK kepada jaksa penuntut umum (JPU)," kata Yuyuk saat dikonfirmasi.
Dugaan
Namun permohonan pencabutan gugatan praperadilan yang dilayangkan pemohon ditolak oleh hakim. Hakim berpendapat pencabutan gugatan harus melalui sidang administrasi yang dihadiri oleh pemohon dan termohon sehingga hakim tetap menunda sidang ini sampai Rabu 4 November 2015.
Rio diduga menerima Rp 200 juta dari Fransisca Insani yang bekerja pada kantor hukum OC Kaligis. Meski kemudian, menurut pengakuannya, telah dikembalikan.
Pemberian uang tersebut dikabarkan berasal dari Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho beserta istrinya Evy Susanti yang menjadi tersangka kasus Bansos. Uang tersebut dicurigai diberikan Rio untuk membantu penanganan kasus tersebut di tataran Kejagung.
Rio dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999, dan diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dimana ancaman pidana yang dikenakan paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara dan denda hingga mencapai Rp 1 miliar. (Ndy/Yus)
Advertisement