Liputan6.com, Toronto - Di antara laki-laki yang secara teratur berolahraga, mereka pasti punya keinginan untuk memiliki tubuh berotot. Tak jarang, mereka menambahkan suplemen pembentuk badan untuk mencapai tubuh ideal seperti yang diinginkan.
Tapi para peneliti menilai penggunaan suplemen ini dengan berlebihan bisa menyebabkan gangguan makan bagi yang mengkonsumsi. Studi ini dipresentasikan pada Konvensi Tahunan American Psychological, yang diadakan di Toronto, Kanada.
Sejumlah besar penelitian telah dilakukan untuk menilai penggunaan steroid anabolik ilegal. Mereka memperhatian status legal dan kinerja suplemen dalam bentuk bubuk dan protein batangan yang banyak tersedia.
"Produk-produk ini telah menjadi andalan hampir seluruh pemuda di dunia dan tampaknya bisa dibeli di mana-mana, dari grosir sampai toko buku perguruan tinggi," kata salah satu penulis studi Richard Achiro, dari California School of Professional Psychology di Alliant International University di Los Angeles.
Dikutip dari Medical News Daily, Jumat (30/10/2015) sore lalu, Achiro percaya bahwa produk ini memang diiklankan dengan menyentuh objektifitas sudut pandang pria agar meningkatnya bentuk tubuh dalam pergaulan di masyarakat.
Dalam studi tersebut, para peneliti menilai total 195 pria berusia 18-65 tahun. Mereka yang telah mengkonsumsi suplemen peningkat performa selama 30 hari terakhir disuruh menyelesaikan survei online tentang penggunaan suplemen dan mata pelajaran lain yang berkaitan dengan citra tubuh serta maskulinitas.
Setiap peserta juga berolahraga demi kebugaran setidaknya dua kali seminggu. Lewat studi tersebut, para peneliti menemukan bahwa bagi banyak orang, peran suplemen tambahan menjadi salah satu kebutuhan. Lebih dari 40% dilaporkan telah meningkatkan penggunaan suplemen dari waktu ke waktu.
Advertisement
Selanjutnya, 22% menyatakan bahwa mereka telah mengganti beberapa makanan utama yang biasa dikonsumsi untuk suplemen tapi tidak berniat mencari makanan penggantinya.
Baca Juga