Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha mengaku geram atas isu serta aksi razia terkait dengan penyematan produk Standar Nasional Indonesia (SNI). Alasannya, selain menimbulkan kerugian materi hal tersebut berpotensi menciptakan pengangguran.
"Nah kalau sekarang tidak pakai SNI diambil oleh pemerintah. Memang mereka belinya pakai kertas, mereka kan pengusaha belinya pakai duit, tiba-tiba di ambil pemerintah nanti tutup warung, pengangguran banyak yang susah pemerintah lagi," kata Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Suryani SF Motik, di Jakarta, Sabtu (31/10/2015).
Memang, penjualan barang harus mengikuti standar mutu atau SNI. Akan tetapi, untuk hal tersebut sosialisasi mesti diutamakan ketimbang melakukan eksekusi atau razia.
"Teman-teman saya anggota HIPPI yang ada di Glodok, itu banyak yang marah. Kami sih oke saja tidak ada yang salah, artinya kalau diterapkan memang yang dijual ke pedagang mau di Glodok, warung atau di mana, harus ada SNI, harus dikasih waktu dong, misalnya satu tahun ke depan diumumkan sosialisasinya harus sampai bawah," tuturnya.
Terkait razia tersebut, pihaknya pun mencurigai hal tersebut ada unsur keterlibatan pemerintah.
Baca Juga
Advertisement
"Sekarang Menteri Perdagang bilang, saya tidak nyuruh ada sweeping, soal SNI. Terus siapa yang punya kerjaan?"ujar wanita yang juga Wakil Ketua Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia tersebut.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menampik telah melakukan razia terhadap produk (SNI) wajib. Apalagi, pedagang mainan juga turut diamankan terkait razia tersebut.
Lebih lanjut, berhubungan dengan penyematan SNI wajib untuk mainan Kemendag sendiri masih melakukan imbauan (persuasi) supaya pedagang mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku terkait perlindungan konsumen.
Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kemendag, Widodo mengatakan setelah meningkatkan pemahaman pada pedagang maka barang SNI wajib diawasi melalui mekanisme dengan ketentuan yang berlaku.
"Setelah peningkatan pemahaman baru pengawasan berkala, ataupun pengawasan khusus yang mekanismenya diatur Peraturan Menteri Perdagangan (Permedag) No 20 Tahun 2009," kata dia kemarin.
Dia mengatakan razia yang ada dilakukan oleh Satpol PP. Namun, bukan berkaitan dengan SNI wajib tetapi masalah relokasi tempat.
"Ternyata setelah kita dapat foto-foto pelaksanaan sweeping saya lihat baju Satpol PP. Memang di backup polisi tapi polisi Sabara di belakangnya setelah saya koordinasi pemerintah daerah DKI, yang di Asemka dan Glodok sebetulnya itu sweeping ternyata itu sweeping PKL yang di relokasi," jelasnya.
Memang, dalam peristiwa itu menyangkut pula para pedagang mainan. "Padahal mainan anak-anak berdagang di tempat yang bukan peruntukannya maka dilakukan sweping pemerintah daerah DKI," tandas dia. (Amd/Gdn)