Buruh Minta Kepala Daerah Abaikan PP Pengupahan

Serikat buruh mengapresiasi keputusan kepala daerah yang telah menetapkan upah minimum tanpa berpatokan pada PP Pengupahan.

oleh Septian Deny diperbarui 02 Nov 2015, 18:31 WIB
Buruh berpegangan tangan berjalan menuju Istanan Merdeka, Jakarta, Kamis (29/10/2015). Buruh menuntut agar Presiden Joko Widodo mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Meskipun hingga saat ini belum mendapatkan respons dari pemerintah terkait penolakan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015, sejumlah serikat buruh masih terus bertahan menyuarakan aspirasinya terhadap PP tersebut.

Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi mengatakan bagi kaum buruh, berlakunya PP Pengupahan dinilai akan berdampak buruk pada perlambatan dan stagnasi pertumbuhan upah minimum pada masing-masing provinsi.

"Dengan perlambatan pertumbuhan tersebut, daya beli buruh atau upah riil akan semakin merosot karena kenaikan upah minimum tersalip oleh melonjaknya harga-harga kebutuhan. Buruh akan semakin miskin," ujarnya di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta, Senin (2/10/2015).

Untuk itu, kata Rusdi, serikat buruh akan meminta kepala daerah di masing-masing provinsi atau kabupaten kota untuk mengabaikan ketentuan-ketentuan dalam PP Pengupahan.


Di sisi lain, serikat buruh juga mengapresiasi keputusan kepala daerah yang telah menetapkan upah minimum tanpa berpatokan pada PP Pengupahan, salah satu contohnya DKI Jakarta.

"Jika menurut pada PP Pengupahan, upah minimum 2016 DKI hanya mencapai Rp 3,01 juta. Namun sekarang sudah ditetapkan Rp 3,1 juta," kata dia.

Meski demikian, buruh di DKI Jakarta tetap akan menuntut kenaikan upah lebih tinggi dari yang telah ditetapkan tersebut. Rusli menilai jika ingin disebut layak, maka upah minimum Ibu Kota harus berada di atas Rp 3,3 juta.

"Tapi buruh tetap akan meminta kenaikan upah DKI menjadi Rp 3,3 juta. Sebab jika dilihat dari item KHL, untuk tiga item saja seperti transportasi, makanan, minuman serta tempat tinggal itu sudah Rp 3 juta," katanya.

Untuk diketahui, pemerintah telah merilis paket kebijakan ekonomi jilid IV di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis (15/10/2015). Dalam paket kebijakan yang baru tersebut, pemerintah telah menetapkan formula upah buruh yang baru.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan formula yang baru ini akan digunakan untuk perhitungan upah minimum provinsi (UMP) pada tahun depan dan tahun-tahun berikutnya. Formula upah yang ditetapkan adalah UMP tahun ini ditambah dengan persentase angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Jadi kalau inflasi 5 persen dan pertumbuhan ekonomi 5 persen, ya 10 persen. Berarti tahun depan di daerah itu UMP adalah UMP tahun ini ditambah 10 persen," kata Darmin.

Dia memastikan formula yang ditetapkan sudah cukup adil. Sebab di negara lain, terutama di negara maju, besaran kenaikan pertumbuhan ekonomi tidak semuanya dimasukkan dalam komponen perhitungan upah buruh.

"Kenapa? karena itu bukan hanya peranan buruh, tapi penusaha dan pemilik modal, jadi biasanya dibagi. Tapi di kita kesepakatannya inflasi ditambah seluruh pertumbuhan ekonomi," kata dia.

Formula upah yang baru ini akan berlaku di hampir seluruh provinsi di Tanah Air, kecuali delapan provinsi. Alasannya, karena UMP di delapan provinsi ini dianggap masih di bawah standar kebutuhan hidup layak (KHL). (Dny/Gdn)**

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya