Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik diduga kerap menggunakan dana operasional menteri (DOM) untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Tak hanya itu, politisi Partai Demokrat itu juga diduga beberapa kali menggunakan nama anak buahnya untuk dicantumkan sebagai pengguna DOM.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan perkara penyalahgunaan dan dugaan korupi di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar), dengan terdakwa Jero Wacik di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Mantan anak buah Jero Wacik, Raden Didin Haerudin yang bersaksi dalam sidang tersebut, mengaku pernah diminta menandatangani perjalanan dinas dari DOM untuk perjalanan ke Bali dan Medan pada 2008. Padahal, menurut pegawai staf Tata Usaha Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata itu, sama sekali tidak pernah melakukan lawatan seperti yang dimaksud. Ia hanya diminta tanda tangan oleh Kasubag Tata Usaha (TU) Menteri Siti Alfiah.
"Saya tidak lakukan perjalanan itu," ujar Raden di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2015).
Meski tidak tahu berapa total anggaran yang mencantumkan namanya itu, namun kata Raden, dari tanda tangan tersebut ia mendapat kompensasi Rp 300 ribu dari Siti Alfiah.
Baca Juga
Advertisement
"Iya, pernah terima Rp 300 ribu dari Bu Siti Alfiah," ungkap dia.
Selain Raden, nama pegawai Kemenbudpar yang diduga pernah dicatut Jero Wacik sebagai pengguna DOM adalah Surtini. Pegawai staf Tata Usaha Menteri itu pernah diminta mengisi form perjalanan dinas fiktif oleh Kasubag Tata Usaha, Siti Alfiah.
"Seingat saya ada 8 kali perjalanan dinas. Tapi bukan saya yang jalan," ungkap Surtini.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Jero Wacik saat menjadi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata periode 2008-2011, diduga telah menyelewengkan DOM untuk kepentingan pribadi yang mencapai Rp 8.408.617.148 dari jumlah kerugian keuangan negara seluruhnya Rp 10.597.611.831.
Atas perbuatannya, Jero Wacik diancam pidana dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat 1 KUHP. (Rmn/Mut)