Liputan6.com, Sinjar - Salah satu kaum yang paling tertindas semenjak militan ISIS mengibarkan benderanya di Sinjar, Irak pada 2014 adalah minoritas Yazidi. Kelompok radikal itu membunuhi mereka, memperkosa wanitanya, dan menahan ratusan pria dan anak-anak.
Berbekal kekejaman ISIS yang tersisa di benak, para Yazidi yang selamat dan tersisa kini bersiap dan berlatih untuk merebut kembali tanah mereka dari ISIS.
Advertisement
Dunia dikejutkan dengan horor 50 ribu warga Yazidi harus lari ke Gunung Sinjar di utara Irak melarikan diri dari ISIS. Kini mereka yang berhasil lolos berencana membalas dendam perbuatan kelompok radikal itu.
5.000 relawan pria Yazidi itu dilatih di bawah kepemimpinan Kurdi kelompok Peshmerga untuk melawan ISIS. Sebagian besar relawan itu adalah petani, yang nyaris tidak punya pengalaman kombatan.
Dikomandani oleh Kheiru Khalaf, pria berusia 66 tahun itu mempunyai asam garam pengalaman melawan militan sepanjang tahun.
"Kami butuh dukungan internasional, butuh persenjataan berat," ujar Khalaf seperti dilansir CNN, Selasa (3/11/2015).
"Kami telah melawan ISIS dengan senjata otomatis saja. Kami ini melawan musuh yang kian lama kian kuat. Kami butuh bantuan," tambahnya lagi.
Ia melatih pasukan relawan di sebuah pertanian yang terbengkalai di desa Hardan, Irak. Di langit, terdengar suara jet F-16 milik AS yang sedang mentargetkan serangan di Sinjar dekat Tal Afar. Pasukan AS dan koalisinya berjanji menghancurkan ISIS lewat serangan duara.
Ratusan kilometer dari tempat mereka berlatih, di sanalah desa dan rumah-rumah kaum Yazidi yang masih dikuasai oleh ISIS. Di sana pulalah, ISIS membangun benteng pertahanan sekaligus berhasil membunuh 150 perempuan dan anak-anak. Mereka dikubur di sebuah kuburan massal.
Menurut para komandan dari Peshmerga, ada 300 anggota ISIS yang masih berada di Sinjar dan mereka berencana mati di situ, menanam ratusan ranjau darat dan jebakan mematikan lainnya.
Kenapa Sinjar?
Sinjar adalah lokasi yang strategis karena ia berdiri di jalan utama antara kota Mosul--kota kesayangan ISIS-- dan teritori Suriah. Para pejuang Kurdi dan Yazidi harus bisa memotong rute ini agar ISIS tidak dapat bantuan dari Mosul.
Para pejuang Yazidi memiliki koleksi roket antik peninggalan Yugoslavia 1957. Mereka juga punya beberapa prajurit asing yang mumpuni. Salah satunya adalah Mike, seorang pria Inggris berusia 50 tahunan dan pernah bergabung dengan French Foreign Legion. Lainnya adalah Michael Ibrahim, dari California AS, mantan prajurit yang pernah berperang di Irak dengan U.S. Army's First Infantry Division.
Ibrahim 'luluh' dengan pemberitaan media bagaimana para Yazidi itu berjuang melawan ISIS. Ia pun segera terbang ke utara Irak.
"Mereka menghadapi horor di depan mata, musuh yang penuh dengan amunisi serta terlatih," kata Ibrahim kepada CNN.
"Orang-orang ini berjuang untuk melindungi keluarga mereka, mengambil tanah kelahiran mereka dari setan. Realitas itu membukakan mataku, hatiku, aku ingin membantu mereka," ujarnya lagi.
Satu-satunya desa yang belum bisa diokupasi oleh ISIS adalah desa Sharaf al-Din. Di sinilah para Yazidi memulai hidup baru sekaligus merancang balas dendam.
Selama empat bulan, lusinan pejuang dengan AK-47 menahan gelombang demi gelombang serangan ISIS, termasuk serangan bom bunuh diri. Mereka hanya sedikit makan, hanya bisa menghubungi satu sama lain dengan berteriak, dan harus memanjat ke pegunungan untuk mengambil bantuan udara senjata dan amunisi dari Kurdi.
Ditanya bagaimana mereka berjuang begitu lama, Khalaf menunjuk kuil suci Yazidi, yang berada di bukit di belakang desa. Sebuah bangunan berbentuk kerucut berkilauan, di situlah makam pendiri agama Yazidi dikuburkan. Kuil itu berdiri sejak 1274.
"Ini semua kehendak Tuhan. ISIS ingin menghancurkan kuil kami," kata Khalaf lagi. Tapi kuil, dan dirinya, selamat dari serangan.
Di desa Snuny, seorang pria bernama Nuri mengatakan kepada CNN bahwa jika ISIS telah berhasil merebut desa dan menghancurkan kuil, berarti ISIS berhasil mengambil seluruh Sinjar.
Advertisement
"Kami Ingin Pulang"
Di samping ratusan pria yang bersiap mengambil Sinjar, ratusan perempuan dan anak-anak bertahan di tandusnya gunung serta angin kencang di puncaknya. Mereka berdesakan dalam tenda terpal untuk menahan hujan. Di antara mereka adalah Buha Sabri, perempuan 30 tahun dikelilingi oleh sembilan anaknya.
"Gunung ini begitu dingin. Anda dapat melihat, tidak ada apa-apa di sini," katanya kepada CNN. Dia khawatir meskipun anak-anaknya lolos ISIS, musim dingin dapat membunuh mereka.
Buha memiliki kekhawatiran lain juga. Adik perempuan dan dua keponakan remaja putri ditangkap oleh ISIS. Dia tidak tahu di mana mereka berada dan berdoa mereka masih hidup tapi tidak di suatu tempat di reruntuhan Sinjar. Keluarga Yazidi lainnya bercerita kisah pencucian otak anak-anak mereka di tahanan ISIS.
"Kami benar-benar ingin pulang ke Sinjar. Pikiran pulang ke rumah membuat kami bahagia, tetapi lebih penting bagi kami adalah anak perempuan kami," kata Sabri, menggendong anak bungsu dari anak-anaknya.
"Di mana mereka? Apakah ISIS akan membawa mereka lebih jauh lagi? Apakah mereka akan terjebak dalam pertempuran?"
Selama berabad-abad, para Yazidi telah dianiaya oleh satu kelompok demi satu.
"Tujuh puluh lima kali kami telah dibantai," kata Khalaf.
"Dahulu, kami 48 juta orang. Sekarang hanya ada 1 juta."
Di lini depan di Hardan, salah satu pejuang Yazidi mulai membacakan sebuah puisi
Liriknya berbicara tentang kehilangan kehormatan, istri dan saudara perempuan mereka yang dibantai. Rumah kosong yang ditinggalkan.
Seperti sebuah pengingat, Yazidi dan tanah airnya, bisa jadi akan menjadi sebuah sejarah... (Rie/Ein)