Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
Pasal yang mengatur tentang pemeriksaan tersangka tidak boleh mengurangi hak-hak tersangka itu diajukan oleh terdakwa kasus dugaan suap, Otto Cornelis Kaligis.
Dalam sidang lanjutan uji materi yang teregister dalam Nomor 110/PUU-XIII/2015 ini, Romli Atmasasmita yang hadir sebagai ahli menerangkan berdasarkan Pasal 46 ayat (2) UU KPK sudah menegaskan dan memerintahkan kepada aparatur hukum khusus penyidik KPK untuk tidak melanggar hak asasi seorang tersangka dalam proses penyidikan.
"Ketentuan a quo menegaskan dan memerintahkan bahwa penyimpangan ketentuan mengenai prosedur khusus dalam proses penyidikan tetap harus tidak melanggar perlindungan hak asasi tersangka," kata Romli di Ruang Sidang Utama Gedung MK, Jakarta, Selasa (3/11/2015).
Menurut Romli, hak asasi tersangka, baik yang diatur dalam KUHAP maupun dalam UU KPK, tidak terbatas hanya pada pemberitahuan status tersangka kepada setiap orang atau hak meminta penangguhan penahanan.
Penegasan kalimat "tidak mengurangi hak-hak tersangka" dalam pasal a quo, kata Romli, harus dimaknai sebagai zero sum-game terhadap sekecil apa pun bentuk pelanggaran hak asasi, termasuk prinsip praduga tak bersalah yang telah diakui secara universal.
Baca Juga
Advertisement
"Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) pasal a quo UU KPK yang diujimaterikan ini belum memenuhi asas lec certa karena merupakan contradictio in terminis, saling bertentangan satu sama lain. Bahkan dalam praktiknya sering menimbulkan multitafsir yang rentan terhadap penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hak asasi tersangka," kata Romli.
Sebelumnya OC Kaligis, terdakwa kasus dugaan suap hakim PTUN Medan, mengajukan gugatan terhadap Pasal 45 ayat (1) dan Pasal 46 ayat (2) UU KPK. Kaligis mengajukan uji materi kedua pasal itu terkait dengan proses penyidikan KPK yang dilakukan terhadap dirinya dalam kasus dugaan suap hakim PTUN Medan.
Dalam uji materi Pasal 45 ayat (1) yang teregister dalam Nomor 109/PUU-XIII/2015 itu Kaligis mempermasalahkan keabsahan penyidik yang diatur dalam pasal tersebut.
Pasal tersebut berbunyi "penyidik adalah penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK". Menurut Kaligis, yang dimaksud dengan penyidik KPK di dalam pasal tersebut tidak jelas. Sebab, tidak dijelaskan asal-usul formal penyidik KPK.
Karena itu, Kaligis merasa hak konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya pasal tersebut. Sebab, keberadaan pasal ini menimbulkan pertanyaan apakah KPK bisa mengangkat penyidiknya sendiri yang belum berstatus sebagai penyidik atau tidak.
Sementara dalam uji materi Pasal 46 ayat (2) UU KPK yang terdaftar dalam Nomor 110/PUU-XIII/2015 itu, Kaligis mempermasalahkan mengenai hak-hak seorang tersangka dalam pemeriksaan oleh penyidik. Bunyi pasal itu yakni "pemeriksaan tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak mengurangi hak-hak tersangka".
Menurut Kaligis, ketentuan pasal tersebut tidak menjabarkan lebih lanjut perihal uraian hak-hak tersangka sebagaimana diatur dalam KUHAP, khususnya terkait dengan hak pengajuan penangguhan penahanan karena tidak menjamin kepastian hukum. (Nil/Hmb)**