Liputan6.com, Jakarta- Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengkritisi DPR karena begitu mudah membuat Panitia Khusus (Pansus) Angket kasus Pelindo II.
Padahal menurut dia, penggunaan hak DPR seperti hak interpelasi, angket, hingga hak menyatakan pendapat seharusnya hanya digunakan untuk menghadapi eksekutif jika fungsi tradisional mereka yakni fungsi legislasi, pengawasan, dan budgeting tidak mempan lagi.
"Pertanyaannya, Angket Pelindo diarahkan siapa? Kalau cuma Lino (Dirut PT Pelindo II RJ Lino) dengan kesalahannya 7 dosa itu kata Rizal Ramli (Menko Perekonomian), saya kira enggak perlu pansus itu, cukup tindakan korporasi saja," kata Refly Harun di Jakarta, Kamis (5/11/2015).
Menurut Refly, PT Pelindo II adalah perusahaan BUMN. Sehingga, jika pemerintah tidak suka dengan kinerja RJ Lino maka dapat dengan mudah dipecat.
Baca Juga
Advertisement
"Walau kalau bicara good governance ya harus melalui tata cara juga pengawasan internal audit dan sebagainya," kata dia.
Refly menilai, tidak tepat ketika DPR menghadapi suatu kasus di BUMN seperti Pelindo II, apalagi jika pembentukan pansus itu untuk membidik seseorang.
"Itu apalagi ada motivasi partai tertentu satu dua partai, lalu yang lainnya ikut neplokin, tambah enggak produktif. Pansus juga sebelumnya enggak produktif," ujar dia.
Ketidaktepatan Pansus Pelindo menurut Refly juga terlihat dalam kinerja Pansus selama ini yang terkesan membidik Dirut PT Pelindo II RJ Lino, meski ada target lain juga dalam agenda Pansus.
"Tapi Pansus enggak boleh begitu, harus jelas tujuannya, ini kan era good governance. Jangan sampai kita main bola billiar, mata ke kiri nembaknya ke kanan. Ini kesannya pansus main biliar. Yang dipelototin Lino tapi yang jadi target menteri tertentu. Enggak boleh begitu, harus clear ke depan mau melakukan penyelidikan terhadap apa dan siapa," demikian Refly Harun. (Nil/Sss)