Liputan6.com, Jakarta - Kisruh lahan di perumahan Bukit Mas Bintaro, Jakarta Selatan, masih memanas. Hingga saat ini tembok yang menutup rumah milik Denni Krisna Putera (41) di Jalan Cakranegara Blok E RT 001/RW 015, belum juga dibongkar.
Tembok setinggi 2 meter dibangun warga yang mengatasnamakan Warga Peduli Perumahan Bukit Mas (WPPBM). Mereka beralasan, rumah yang berada di ujung Jalan Cakranegara itu di luar perumahan.
Perwakilan WPPBM, Rena Mulyana mengatakan, rumah dua lantai berada di luar panel pembatas perumahan. Namun pembatas antara Perumahan Bukit Mas dan warga sekitar dibongkar. Rumah Denni menghadap ke Jalan Cakranegara, yaitu jalan utama perumahan Bukit Mas. Dengan posisi ini, rumah Denni Akung pun tampak menjadi bagian dari perumahan.
"Jadi ini sebenarnya sudah ada panel pembatas. Kami juga tidak tahu pas dibangun rumah, toh itu urusan dia, di tanah dia," ujar Rena saat ditemui di kompleks Bukit Mas, Bintaro, Jakarta Selatan, Kamis (5/11/2015).
Baca Juga
Advertisement
Rena dan warga perumahan mengaku keberatan setelah panel pembatas dijebol. Oleh sebab itu, warga menembok rumah Denni sebagai pengganti pembatas perumahan. Jebolnya panel pembatas juga berdampak pada trotoar jalan dan pos penjagaan.
"Lihat saja sekarang pembatas ini sudah enggak ada. Taman rumah dia dibangun di atas trotoar jalan kita. Pos penjagaan kita juga digeser," keluh dia seraya menunjukkan panel pembatas yang terputus karena dijebol.
Rena yang tinggal di Bukit Mas sejak 1996 itu menuturkan, sejumlah warga merasa keberatan dengan keberadaan rumah itu yang menyalahi penempatan lokasi dan izin. Terlebih, Denni telah mengalamatkan rumahnya dengan jalan milik perumahan.
Aksi WPPBM, diakui Rena, mendapatkan dukungan mayoritas warga Perumahan Bukit Mas. Warga mendesak fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) yang hilang dan berubah akibat pembangunan rumah Denni dikembalikan ke bentuk asal. Seperti mengembalikan panel pembatas, fungsi trotoar, dan menempatkan pos penjagaan di tempat semula.
"Kami ini atas nama mayoritas warga. Yang menandatangani penolakan ada 69 KK dari 106 KK. Intinya kami ingin ini diselesaikan dengan damai, yakni dengan mengembalikan fungsi seperti semula," tegas dia. (Dry/Sun)*