Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menyatakan skenario defisit anggaran di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 semakin membengkak menjadi 2,59 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Itu artinya pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) harus memutar otak demi menutupi defisit tersebut seiring perkiraan gagalnya target penerimaan pajak Rp 1.294,25 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan target defisit fiskal pada tahun ini sebelumnya dipatok 1,9 persen terhadap PDB atau Rp 222,5 triliun. Kemudian membesar menjadi 2,23 persen atau Rp 260,02 triliun dari PDB.
"Nah, naik lagi outlook defisit anggarannya menjadi 2,59 persen dari PDB atau sekitar Rp 11 ribu triliun. Dengan begitu, tambahan kebutuhan pembiayaan akibat pembesaran defisit sekitar Rp 68-70 triliun," ujarnya saat ditemui di gedung Kemenkeu, Jakarta, Jumat (6/11/2015).
Baca Juga
Advertisement
Ia mengaku Kemenkeu telah mengamankan kebutuhan tambahan pembiayaan untuk menambal defisit ini melalui pinjaman multilateral, penerbitan Obligasi Ritel Indonesia (ORI), lelang surat utang negara (SUN) dan sebagainya. "Jadi sudah secure (aman) lah," ujar Robert.
Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito sebelumnya mengungkapkan Kemenkeu sudah siap dengan kemungkinan terburuk bahwa penerimaan pajak hanya akan tercapai 85 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar Rp 1.294,25 triliun.
Jika dihitung, skenario terburuk dari bendahara negara ini, penerimaan pajak hanya akan terkumpul sekitar Rp 1.100,11 triliun. Artinya kekurangan (shortfall) penerimaan pajak semakin membesar Rp 194,19 triliun atau melampaui target Rp 160 triliun.
"Kemenkeu sudah siap dengan kondisi yang sangat buruk. Kemungkinan penerimaan pajak bahkan hanya tercapai 85 persen. Itu maksimal di tahun ini. Jadi kami semua harus jaga-jaga," tutur Sigit.
Dengan potensi membengkaknya kekurangan penerimaan pajak, Sigit mengaku Kemenkeu perlu mencari sumber pendanaan lain untuk menutup defisit anggaran yang diperkirakan semakin melebar. Menteri Keuangan (Menkeu) sebelumnya pernah mengatakan defisit anggaran bisa membengkak dari 2,23 persen menjadi 2,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Masih di bawah 3 persen sih defisitnya. Tapi Pak Joko Widodo (Jokowi) bilang jangan sampai Desember nanti kita kalang kabut. Jadi perlu disiapkan plan B, C dan kita sudah beri banyak plan, seperti menjual sukuk, SUN, pinjam duit. Kan ada standby loan juga dari World Bank yang bisa kita ambil, tapi kita minimalkan jangan punya keterlibatan terlalu dalam," ujarnya. (Fik/Gdn)**