Kisah Pondok Pesantren Tebuireng yang Berdiri di Tempat Maksiat

Pendirian pondok Pesantren Tebu Ireng menjadi salah satu simbol perlawanan terhadap kemaksiatan.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 08 Nov 2015, 14:12 WIB
Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur.

Liputan6.com, Jombang - "Jika suatu amal tidak dilandasi keikhlasan maka tidak akan tambah kecuali kegelapan di dalam hati". Demikian kutipan kitab Al Tanbihat Al Wajibat yang tertempel di muka halaman kompleks makam Hadratus Syeikh Hasyim Asy'ari dan keluarga di Pondok Pesantren Tebuireng, Desa Cukir, Diwek, Jombang, Jawa Timur.

Kutipan sederhana itu tertulis di atas papan kayu. Konon kata bermakna ini menjadi pemicu hasrat Hasyim Asy'ari untuk mendirikan pondok pesantren yang telah melahirkan banyak tokoh bangsa Indonesia. Salah satunya Presiden RI ke-4 Abdurahman Wahid atau Gus Dur yang tak lain cucu dari Syeikh Hasyim Asy'ari.

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Sholahudin Wahid mengaku banyak mendengar cerita dari kakak ataupun sang ayah, KH Wahid Hasyim.yang mengisahkan tentang perjuangannya mendirikan pondok pesantren tersebut. Kala itu, pendirian pondok menjadi salah satu simbol perlawanan terhadap kemaksiatan dan penjajahan yang mendera saat itu.

 

Ia mengungkapkan, sang kakek tak hanya menerima intimidasi dari para preman pelindung lokalisasi, pertentangan keras juga datang dari penjajah Belanda yang saat itu tengah berkuasa.

"Ini (simbol) perjuangan. Perjuangannya berat. Tidak mudah. Belanda saat itu ya tentu juga tidak mendukung pastinya," kata pria yang akrab disapa Gus Solah saat ditemui Liputan6.com di Jombang, Jawa Timur, Minggu (8/11/2015).

Adik kandung Gus Dur ini mengisahkan bahwa dulunya lokasi pondok pesantren merupakan lokalisasi dan bedeng-bedeng. Di Desa Cukir, banyak 'kupu-kupu malam beterbangan'. Selain itu, banyak pula pabrik milik Belanda yang gagah berdiri.

Jika para buruh dan petinggi buruh itu menerima gaji, mereka langsung menghabiskannya di tempat ini. Mereka menghamburkannya dengan perbuatan maksiat.

"Dulu kan bukan tanahnya pesantren ya. Di situ dulu kan ada pabrik. Nah biasanya kalo mereka sudah gajian banyak yang menghabiskan uangnya untuk maksiat disini. Tapi sekarang sudah tidak," beber mantan Wakil Ketua Komnas HAM itu.

Sementara di lokasi makam Hadratus Syeikh Hasyim Asy'ari, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa sempat meneteskan air mata. Dia terkenang dengan sosok Hasyim Asy'ari yang dinilainya sebagai sosok pahlawan yang perlu dicontoh. Banyak yang bisa diambil dari perjalanan hidup sang kiai.

"Mbahnya Gus Dur (KH Hasyim Asy'ari) itu pendiri NU. Jadi kalau besok Selasa, Hari Pahlawan itu di kota Pahlawan. Itu untuk pertama kalinya. Itu karena beliau sosok berpengaruh dan tokoh sentral Hari Pahlawan di Surabaya," ungkap Khofifah dengan suara gemetar.

Ia menuturkan KH Hasyim Asy'ari juga salah satu tokoh yang mempelopori pergerakan perlawanan untuk mengusir penjajah Belanda.

"Ya mbah Gus Dur itu yang menggerakan perlawanan untuk mengusir penjajah," tutup Khofifah yang juga memondokkan anak keempatnya, Ali Managalih Parawansa, di Ponpes Tebuireng.

Di dalam pondok, selain materi pelajaran mengenai pengetahuan agama Islam, ilmu syari’at, dan bahasa Arab, juga ada pelajaran umum yang dalam struktur kurikulum. Pesantren yang didirikan pada 1899 ini juga banyak memberikan konstribusi dan sumbangan kepada masyarakat, baik sosial juga yang utama dalam dunia pendidikan Islam. (Ali/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya