Liputan6.com, Kairo - Tim penyelidik jatuhnya pesawat Metrojet nomor penerbangan 9268 yakin 90 persen bahwa suara berisik yang terdengar di kokpit adalah suara ledakan dari bom. Hal itu dikemukakan oleh salah seorang tim investigator kepada Reuters, pada Minggu 8 November 2015.
Airbus A-321 itu jatuh 23 menit setelah tinggal landas dari kawasan wisata Sharm al-Sheikh di Mesir, pekan lalu. Kecelakaan itu menewaskan 224 penumpang dan kru pesawat. Kelompok ISIS di Sinai mengaku bertanggung jawab atas ledakan tersebut.
Advertisement
"Dari banyak indikasi dan analisis sejauh ini yang kami dapatkan dari kotak hitam itu adalah bom," kata anggota tim dari Mesir yang enggan memberikan namanya.
"Kami 90 persen yakin, itu adalah bom," katanya sekali lagi. Komentarnya tersebut mewakili betapa luasnya serpihan pesawat yang meledak dan jatuh ke tanah.
Pemimpin invesitasi Ayman al-Muaqaddam sebelumnya mengumumkan pada Sabtu bahwa pesawat itu terpecah-belah di udara dan dalam kondisi autopilot. Suara berisis terdengar di detik-detik rekaman dari kokpit. Kendati demikian, ia enggan mengambil kesimpulan teralu dini.
Al-Muqaddam memasukkan kemungkinan kecelakaan itu terjadi akibat ledakan bahan bakar, kerusakan struktur pesawat, atau panas berlebihan pada baterai lithium-nya. Tapi, dengan melihat sebaran puing yang luasnya mencapai 13 kilometer, diyakini bahwa pesawat itu pecah di udara.
Permainan pun Berubah
"Apa yang terjadi di Shram al-Sheik minggu lalu membuat perubahan peraturan di industri penerbangan," kata Presiden Penerbangan Emirate, Tim Clark.
"Industri penerbangan akan membuat perubahan yang berhubungan dengan keamanan," tambahnya lagi.
Senada dengan Menteri Luar Negeri Inggris, Philip Hammond mengatakan bahwa tragedi itu menuntut perubahan keamanan yang lebih ketat dalam penerbangan.
"Kalau ISIS terbukti benar berada di balik peledakan bom di pesawat Metrojet Rusia, jelas kita perlu melihat level keamanan di negara di mana ISIS sangat aktif," kata Hammond kepada BBC.
Militan ISIS mengklaim bahwa merekalah yang meledakan bom itu sebagai balas dendam perbuatan Rusia di Suriah.
Apabila klaimnya benar, tragedi meledaknya pesawat itu menjadikan ISIS salah satu pembunuh handal semenjak Al Qaeda menabrakkan pesawat penumpang ke gedung World Trade Center, New York, September 2001.
Kecelakaan pesawat itu membuat Rusia menegang. Negeri Beruang Merah juga sejauh ini sudah memulangkan 11 ribu turis dari Mesir dalam waktu 24 jam terakhir, seperti diberitakan RIA News pada Minggu kemarin. Sementara 80 ribu turis tak bisa bepergian ke Mesir, karena Kremlin memutuskan menghentikan semua penerbangan ke Mesir sejak Jumat 6 November 2015.
Di St. Petersburg -- lokasi tujuan pesawat nahas pada 31 Oktober -- Katedral St. Isaac membunyikan lonceng sebanyak 224 kali, menandai penghormatan terhadap para korban. Sebuah misa juga digelar untuk mengenang para korban.
Wakil Perdana Menteri Rusia Arkady Dvorkovich menuturkan, sejauh ini Rusia telah mengirim tim khusus untuk mengaudit keamanan bandara-bandara di Mesir dan akan memberikan rekomendasi.
Sementara itu, ada 3.000 warga Inggris menunggu di Mesir untuk dipulangkan. Pemerintahnya juga telah mengirimkan 70 orang tim termasuk 10 spesialis penerbangan untuk membantu keamanan di Bandara Sharm al-Sheikh. (Rie/Tnt)