Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan sukses menggagalkan penyelundupan ekspor ilegal mineral dan batu bara (minerba) sebanyak 80 kontainer. Ini merupakan tangkapan terbesar sepanjang tahun ini dengan kerugian negara mencapai Rp 73,8 miliar.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, penindakan ekspor minerba selundupan ini merupakan hasil sinergi dan kerja sama dengan Polres Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Barang minerba yang diselundupkan, meliputi, bijih besi, terak timah (tin slag), biji cinnabar (mercury), konsentrat seng, batu mulia, feldspar, zinc powder, pasir zirconium, seng paduan dalam bentuk ingot, bijih chromite, bijih tembaga, dan bijih logam tanah jarang (ceirum).
"Eksportasi ilegal minerba yang digagalkan ada 80 kontainer yang akan dikirim ke Belanda, Taiwan, Korea, Hong Kong, India, Singapura dan Thailand," ungkap Bambang saat Konferensi Pers Penanganan Impor Tekstil dan Ekspor Minerba Ilegal di kantornya, Jakarta, Senin (9/11/2015).
Baca Juga
Advertisement
Ia menambahkan, modus yang digunakan yaitu dengan memberitahukan jumlah dan jenis barang yang tidak sesuai pemberitahuan pabean dan menyampaikan dokumen pemberitahuan pabean palsu. Komoditi tambang berupa bijih cinnabar (mercury) ini diduga hasil penambangan ilegal karena Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum pernah mengeluarkan izin penambangan untuk komoditas tersebut.
Pelaku pelanggaran, Bambang menambahkan, terdiri atas 21 eksportir, yakni CV DA, PT ACP, PT PDI, PT SM, PT MK, PT IPW, PT ANI, CV SSG, CV ASL, CV GAC, CV BI, PT SA, PT TE, PT ITB, PT LP, PT OJU, PT DLN, PT ARK, PT ACB, PT BAS dan PT BAB.
"Potensi kerugian negara akibat ekspor ilegal minerba ini mencapai Rp 73,8 miliar. Kalau ini lolos akan mengganggu harga dan pasokan minerba, juga mengganggu hilirisasi. Jadi pelakunya sedang diproses penyidikan dan penyelidikan oleh POLRI dan Kejaksaan," jelas Bambang.
Sementara Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi mengaku akan fokus meningkatkan pengawasan ekspor impor barang di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas dan Pelabuhan Belawan. Serta mengeluarkan patroli laut pencegahan ekspor di pelabuhan-pelabuhan tikus.
"Ini merupakan tangkapan terbesar sepanjang tahun ini dalam minerba. Kalau sepanjang sejarah, kita mesti cek dulu datanya," kata Heru.
Sambutan Positif Kementerian ESDM
Kementerian ESDM Sambut Positif Penindakan Penyelundupan Ekspor Ilegal Minerba
Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot mengaku sangat mendukung langkah penindakan tersebut karena sangat berpengaruh terhadap kebijakan yang diambil.
Sambungnya, penyelundupan ini terjadi karena banyak pelanggaran, kegiatan pertambangan tidak punya izin, tidak sesuai dengan persyaratan hilirisasi produk-produk tertentu.
"Dampaknya pun cukup besar ke penerimaan negara, tidak bayar pajak, tidak bayar royalti sehingga pertambangan ilegal harus ditertibkan. Kalau lolos, pembangunan smelter bisa gagal," tegas Bambang.
Tindakan ekspor ilegal minerba ini diduga melanggar Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 1995 jo. UU 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan Pasal 102A huruf b dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 5 miliar.
Serta pasal 103 huruf a dengan ancaman pidana penjara paling lama 8 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 5 miliar. Ekspor ilegal tersebut juga diduga melanggar UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/PER/7/2012, 45/M-DAG/PER/7/2012 dan 04/M-DAG/PER/1/2014.
Tangkap 4 Kontainer Impor Ilegal TekstilBea Cukai Tanjung Priok juga menggagalkan impor ilegal produk tekstil berupa kain dalam gulunga roll dari China sebanyak 4 kontainer yang diduga ilegal. "Potensi kerugian negara yang ditimbulkan mencapai lebih dari Rp 3,3 miliar," kata Bambang.
Berdasarkan penyelidikan KPU Bea Cukai Tanjung Priok dan hasil penyelidikan Bea Cukai Purwakarta menunjukkan fakta bahwa perusahaan PT KHYI melakukan pelanggaran kepabeanan.
Pelanggaran itu berupa pembongkaran barang impor yang masih dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat tujuan yang ditentukan atau diizinkan serta penyampaian pemberitahuan pabean yang palsu atau di palsukan.
Tindakan ini diduga melanggar UU Nomor 10 Tahun 1995 jo. UU 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan Pasal 102 huruf d dan pasarl 102 huruf g dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 5 miliar. Serta pasal 103 huruf a dengan ancaman pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar.(Fik/Ahm)
Advertisement