Liputan6.com, Jakarta - Banyaknya kebijakan yang kontra produktif terhadap sektor industri membuat industri semen nasional mengalami kesulitan sepanjang tahun ini. Hal tersebut juga diperparah dengan daya beli menurun di dalam negeri.
Direktur Utama PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) Suparni mengatakan, perseroan diperkirakan mengalami penurunan laba bersih pada tahun ini dibandingkan tahun lalu dengan faktor tersebut. Namun dia enggan menyebutkan lebih rinci terkait penurunan tersebut.
Advertisement
"Januari tahun ini sempet mengalami penurunan, sehingga labanya akan sedikit turun dibanding tahun lalu," ujar Suparni di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (9/11/2015).
Dia menjelaskan, ada beberapa hal yang menggerus laba perusahaan pada tahun ini, seperti kenaikan tarif listrik bagi industri dan kenaikan upah minimum.
"Laba ada biaya-biaya dan harga jual. Jadi di semester I itu kita ada kenaikan listrik, kemudian ada juga kenaikan UMK (upah minimum kabupaten/kota)," lanjutnya.
Selain itu, penurunan laba juga disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa bulan terakhir, terlebih Semen Indonesia juga tengah merampungkan pembangunan dua pabrik barunya di Rembang, Jawa Tengah dan Indarung, Sumatera Barat.
"Juga kenaikan dolar AS, depresiasi karena sejak 2012-2013 itu kita ada dua pabrik baru yang beroperasi, makanya depresiasinya naik, dan juga harga jual tidak naik," tandas Suparni.
PT Semen Indonesia Tbk mencatatkan laba bersih turun 21,55 persen menjadi Rp 3,19 triliun hingga kuartal III 2015 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 4,07 triliun. Pendapatan turun tipis 1,2 persen menjadi Rp 19,11 triliun. Melihat kondisi itu, laba per saham dasar dan dilusi turun menjadi Rp 539 per saham hingga kuartal III 2015. (Dny/Ahm)