Liputan6.com, Jakarta - Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia pada 1965-1966 akan dibawa ke International People's Tribunal atau Pengadilan Rakyat di Den Haag, Belanda, mulai Selasa 10 November hingga Jumat 13 November mendatang oleh sejumlah aktivis hak asasi manusia.
Menanggapi hal ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, hal tersebut hanya persidangan semu, dan hasilnya pun tidak perlu ditanggapi.
"Itu kan persidangan bukan pengadilan beneran. Kalau pengadilan beneran bisa bertahun-tahun. Itu hanya semu. Tak usah kita tanggapi," kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (11/11/2015).
Lebih baik, kata JK, mengutamakan sistem peradilan dalam negeri untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM tersebut. Namun, dia mempersilahkan bila ada warga negara Indonesia (WNI) yang mau memberikan kesaksian dalam pengadilan tersebut.
"Silakan saja, tidak apa-apa," tutur JK.
Baca Juga
Advertisement
Secara terpisah, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyayangkan pengadilan itu dilakukan di Belanda. Dia pun merasa seakan Negeri Kincir Angin itu tidak pernah melanggar HAM.
"Kalau di Belanda ya tidak usahlah, Belanda juga banyak yang melakukan pelanggaran HAM," ujar Ryamizard di TMP Kalibata, Jakarta, Selasa 10 November kemarin.
Ryamizard pun meminta agar tragedi 1965 itu tidak perlu mencuat lagi di permukaan, sehingga menimbulkan perdebatan lagi.
"Kita tidak usah menyalah-nyalahkan. Kalau dulu, kalau dulu tidak ada pemberontakan tidak akan ada masalah ini, tidak akan ada masalah HAM. Jadi yang duluan memulai, ya yang melanggar HAM. Kan jelas begitu saja. Kita tidak perlu mengungkit-ungkit itu mundur, kita harus jalan ke depan," tegas Ryamizard.
International People’s Tribunal on 1965 crimes against humanity in Indonesia (IPT 1965) diadakan untuk membuktikan terjadinya genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang selama ini tidak pernah diakui oleh negara.
Proses persiapan pembentukan IPT 1965, sudah dalam tahap pengumpulan bukti di 13 daerah, mewawancarai saksi-saksi, pengumpulan dokumen hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tentang 1965, termasuk hasil riset sejumlah peneliti dari sejumlah universitas di luar dan di dalam negeri. (Nil/Sun)