Liputan6.com, Jakarta - Acara nikah massal yang rutin digelar Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang selalu ramai diikuti warga. Termasuk nikah massal kali ini.
Dari 50 pasang peserta nikah massal, ada satu yang sudah berusia 74 Tahun. Adalah Muhammad Abdu dan Siti Suwarni (53). Sepasang pengantin gaek ini ternyata sudah menikah secara agama sejak 1983.
Suami-istri warga Jalan Mayor Ruslan, Lorong Belitang Kecamatan Ilir Timur 1 Palembang itu sudah mempunyai 6 anak dan 6 cucu.
"Sudah menikah di penghulu, tapi penghulunya tidak memberikan surat nikah kepada kami. Sampai bertahun-tahun saya tagih, tetap tidak dikasih," ujar Abdu kepada Liputan6.com di sela acara nikah massal Palembang, di Pelataran Plasa Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang, Sumsel, Rabu 11 November 2015.
"Jadi selama menikah 32 tahun, kami tidak punya buku nikah. Ini alasan kami untuk ikut nikah massal, agar pernikahan kami mempunyai bukti, yaitu buku nikah," imbuh dia.
Baca Juga
Advertisement
Dia mengatakan, lantaran tidak memiliki buku nikah, selama ini mereka selalu terkendala saat mengurus dokumen-dokumen di kelurahan dan kecamatan.
"Saya hanya buruh bangunan jadi tak sanggup bayar biaya nikah ulang. Acara ini saja tahunya dari istri saya. Untungnya ada acara ini, saya sangat senang akhirnya bisa dapat buku nikah," ujar sang kakek.
Menikah di Bawah Tangan
Dengan adanya nikah massal ini, mereka tidak perlu lagi mengeluarkan biaya lebih untuk melegalkan pernikahannya secara hukum.
Sama halnya dengan Masudin (61) dan Hasanah (60). Pasangan suami istri yang tinggal di Kecamatan Gandus Palembang ini juga sudah lama menikah. Namun mereka tidak mendapatkan buku nikah saat menikah di penghulu.
"Kalau dulu tidak ada buku nikah, penghulu juga tidak memberikan buku nikah ke saya. Jadi, selama menikah 43 tahun, tidak ada bukti pernikahan. Sekarang kami akhirnya dapat juga buku nikah," ujar Masudin si kakek 3 cucu ini.
Lain halnya dengan pasangan Udin (33) dan Wesi (32). Mereka mengaku mengikuti nikah massal ini lantaran tak mengantongi buku nikah. Hal ini karena mereka menikah dalam pernikahan di bawah tangan pada 2004 lalu.
"Kalau menikah di bawah tangan, tidak ada surat-suratnya. Kami juga tidak punya dana untuk menikah, karena suami saya hanya buruh bangunan. Kalau sekarang ada buku nikah, jadi lebih mudah mengurus apa pun," tutur Wesi.
Selain buku nikah, para peserta juga mendapatkan uang saku sebesar Rp 1 juta dan bingkisan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang. (Ndy/Ado)