Hari Ayah Nasional: Indonesia Negara Tanpa Ayah, Benarkah?

Yang banyak di Indonesia adalah ayah yang hanya hadir secara fisik, tapi tidak psikologis.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 12 Nov 2015, 21:00 WIB
Sanggar Fortune dan Komunitas Rumah Pencerah (KRP) luncurkan materi pengayaan orangtua dan guru PAUD, Jakarta, Kamis (12/11/2015). Acara ini juga diadakan program latihan serta seminar bagi para ayah. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta Pada Hari Ayah Nasional tahun ini sudahkan para anak-anak Indonesia mendapatkan pengasuhan ayah secara maksimal? Mungkin ada yang menjawab ya dan tidak. Namun menurut penggagas Ayah untuk Semua, Irwan Rinaldi, yang banyak terjadi di Indonesia banyak ayah yang belum total mengasuh anak.

Yang banyak hadir di Indonesia adalah ayah yang hanya hadir secara fisik, tapi tidak psikologis atau fatherless country seperti yang dipaparkan Irwan.

"Anak itu tetap butuh ayah baik fisik dan psikologis. Di Indonesia ada banyak sekali ayah yang hadir secara fisik tapi psikologisnya tidak. Anak-anak itu butuh ayah yang saat menatapnya dengan penuh cinta atau yang berbicara padanya tidak sambil pegang handphone," terang Irwan dalam sebuah sesi peringatan Hari Ayah di Jakarta pada Kamis (12/11/2015).

Penggiat peran Ayah, Irwan Rinaldi memberikan seminar singkat kepada para ayah saat peluncuran materi pengayaan orangtua dan guru PAUD di Lebak Bulus, Jakarta, Kamis (12/11/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Ketidakhadiran ayah secara psikologis dalam pengasuhan anak membuat anak-anak jadi father hunger atau anak-anak yang 'lapar' akan ayahnya. Akibatnya saat anak tumbuh, timbul berbagai masalah. Bagi anak perempuan hal ini bisa menimbulkan masalah dalam hubungan mereka dengan pria nantinya.

"Ayah harusnya jadi cinta pertama, namun ketidakhadiran ayah secara psikologis membuat cinta pertamanya pada yang lain, yang mungkin mencintainya karena fisik," terang pria yang telah berkecimpung di dunia pengasuhan selama 23 tahun ini.

Lalu, ketidakhadiran ayah secara psikologis membuat anak laki-laki miliki karakter yang lemah. Ia tidak memiliki kemampuan memilih dan ketegasan terhadap sesuatu. "Ya hal itu terjadi karena tidak diajarkan oleh ayahnya sejak kecil," terang pria kelahiran Bukittinggi tahun 1966 ini.

Lalu bagaimana untuk mengatasi hal ini?

"Yang dibutuhkan adalah ayah berkualitas artinya ayah hadir dengan anak tapi bermakna buat anak ketika hadir fisik ya lakukan secara total," terangnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya