Tembakan Bola Panas Sudirman Said di Senayan

Politikus yang mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapresnya Jusuf Kalla untuk melobi perpanjangan kontrak karya PT Freeport diduga ada di DPR

oleh Silvanus AlvinTaufiqurrohmanSeptian DenyGerardus Septian Kalis diperbarui 13 Nov 2015, 00:10 WIB
Menteri ESDM Sudirman Said memberikan keterangan pers terkait kebijakan ekonomi di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (11/9). Sudirman memerinci 134 peraturan dari berbagai kementerian yang telah disederhanakan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Bola panas perpanjangan kontrak Freeport di Indonesia perlahan mulai menghantam politikus di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Spekulasi siapa oknum politikus yang bermain di ‘lahan tambang’ pun mulai ramai bermunculan.
 
Sebelumnya, kisruh itu bermula ketika Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said melempar pernyataan soal adanya politikus yang mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk melobi perpanjangan kontrak karya PT Freeport.     

JK yang mendengar hal itu langsung berang. Ia marah karena namanya dicatut dan meminta agar Sudirman Said yang mengetahui informasi itu melaporkannya ke polisi.

Menurut dia, si menteri sudah memberi laporan tentang siapa tokoh politik yang mencatut nama kedua pemimpin tersebut kepada Jokowi dan dirinya.

"Tolong laporkan saja, yang mencatut nama saya dan bicara itu (minta jatah)," ujar JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 11 November lalu.

Menteri ESDM Sudirman Said (kanan) dan CEO Freeport-McMorran James Robert Moffett di gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Minggu (25/1/2015). Pertemuan membahas pemberian izin perpanjangan PT Freeport Indonesia. (Liputan6.com/Faizal Fanani)


Namun, JK yang mengaku sudah tahu politikus yang mencatut namanya itu, enggan mengungkapkan sosok oknum tersebut. “Enggak, enggak, enggak. Nantilah tanya sama Dirman (Sudirman Said) saja,” tutur JK.

Kegaduhan pun dimulai. Politikus Senior Golkar Ginandjar Kartasasmita angkat suara. Dia menegaskan, pihaknya akan mencari tahu identitas politikus pencatu‎t nama Presiden untuk urusan saham Freeport. Ia menduga, oknum ini bisa berasal dari kalangan DPR atau ketua umum partai politik.

"‎Bisa jadi tokoh politik, mungkin di DPR yang bisa dorong untuk menyetujui. Kalau tidak disetujui, ia akan mempersulit prosesnya. Kalau dia di luar, mungkin pemimpin partai. Ini masalah moral," ujar Ginandjar di Jakarta, Kamis 12 November lalu.

Mantan Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri era Presiden Soeharto itu juga mengakui, hal ini adalah wujud bobroknya sistem politik di Indonesia. Meski demikian, ia tak mau publik kehilangan rasa percaya ‎pada para politikusnya.

Dia mengaku maklum bila Menteri ESDM Sudirman Said tidak berani mengungkapkan ke publik nama pencatut Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"‎Kalau menteri‎ sebut nama, beliau bisa dituntut kembali, ditanya mana buktinya. Saya juga, jujur saja, menghargai Pak Sudirman Said mengatakan hal itu," kata Ginandjar.

Bahkan menurut Ginandjar, langkah yang dilakukan Sudirman, bukan untuk membuat gaduh negara. Justru sebaliknya, langkah ini dinilai tepat karena menyadarkan negara bahwa ada oknum yang sok berkuasa dan berani untuk mencatut nama presiden dan wakil presiden.

"Itu bagus sekali, mengungkapkan bahwa ada upaya untuk mempermainkan masalah yang sangat prinsip ini. Buat saya ini menyedihkan," papar mantan Ketua DPD RI ini.

Pansus Freeport

DPR yang merasa tersinggung langsung meminta Sudirman Said untuk buka-bukaan dan menunjuk siapa politikus yang bermain di kontrak karya Freeport itu.

Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika mengatakan, pernyataan Sudirman tersebut hanya membuat kegaduhan saja jika tidak berani menyebutkan secara pasti siapa orang yang 'menjual' nama Jokowi dan JK.

"Kalau itu disampaikan secara jelas nggak ada masalah. Tapi kalau hanya menyebut politikus saja tanpa nama, itu hanya akan membuat gaduh. Tidak ada manfaatnya juga," ujar Kardaya.

Oleh karena itu, politikus Partai Gerindra ini pun meminta agar Sudirman lebih baik secara terbuka menyebutkan tokoh politikus yang dimaksud.

"Akan lebih bijak kalau menteri itu menyampaikan saja yang dimaksud itu siapa. Sehingga tidak menjadi saling curiga dan gaduh. Kalau sebut nama pasti akan dipuji banyak orang," imbau dia.

Lebih lanjut, kata Kardaya, untuk mengklarifikasi Komisi VII akan menanyakan langsung kepada mitra kerjanya itu usai reses bulan ini. "Iya kita akan tanyakan karena ini masalah yang sangat serius. Jadi harus dijelaskan semuanya," kata Kardaya.

Rapat Komisi VII DPR dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin diwarnai oleh kejadian rebutan giliran bertanya, Jakarta, Selasa (27/1/2015). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)


Sementara itu, anggota Komisi VI DPR Refrizal menyatakan, pihaknya telah mengirimkan surat terbuka agar Menteri ESDM Sudirman Said segera mengatakan siapa politikus yang dimaksud.

"Saya harap bapak (Menteri ESDM) 'Jangan ngomong doang' tanpa menyebut nama," ujar Refrizal melalui pesan tertulisnya.

Selain itu, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga meminta Sudirman untuk mengungkap pihak ketiga yang turut campur tangan dalam bisnis anak perusahaan PT Pertamina (Persero), yaitu Pertamina Enegy Trading Limited (Petral).

Tidak hanya sekadar bakal memanggil Suidrman Said di DPR dan ditanyain soal siapa polutikus itu. Anggota Komisi VII DPR, Kurtubi, bahkan sudah mengusulkan untuk membentuk Panitia Khusus (Pansus) Freeport.

Hal ini untuk menindaklanjuti pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said soal adanya politikus yang mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memperpanjang kontrak karya PT Freeport Indonesia.

"Saya berpendapat perlu dibentuk Pansus Freeport agar bisa ditelaah, bisa dilihat secara terbuka apakah ini ada skandal, apakah ini pelanggaran hukum. Saya coba usulkan dibentuk pansus," kata Kurtubi.

Dia berharap Menteri Sudirman Said dapat membuka kepada publik siapa orang yang mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden.

"Ini kan jadi tanda tanya, siapa namanya, perlu dibongkar agar kejadian-kejadian seperti ini jangan terulang," ujar dia.

Oso Berang

Tidak hanya kalangan DPR di Komisi VII yang merasa berang dengan pernyataan Sudirman. Wakil Ketua MPR Oesman Sapta Odang menegaskan, pernyataan Menteri ESDM itu harus dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya di hadapan publik. Jika tidak, yang bersangkutan justru menjadi sumber permasalahannya.

"Sudirman itu jangan banyak omong, kalau berani dia (Sudirman Said) ngomong aja yang bener siapa orangnya," ujar politikus yang akrab disapa Oso itu di Gedung DPR, Senayan, Kamis, 12 November lalu.

Dia pun menyarankan agar para menteri tidak membuat gaduh dengan melemparkan isu-isu yang bisa membuat polemik yang tidak produktif bagi pemerintah.

“Sebagai seorang pejabat pemerintah harus berani dan bisa membuktikan itu, kalau tidak berani buka-bukaan. Mungkin dia yang menjadi biang keroknya,” ujar Oso.

Kalangan politisi PDIP sebagai partai penguasa pun geram dengan pernyataan Sudirman Said. Anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin mengungkapkan, pernyataan Menteri ESDM justru akan menambah sikap saling curiga bahkan bisa menjadi fitnah.

"Rakyat pun bertanya-tanya siapa pelakunya. Banyak orang kemudian mulai menduga-duga. Situasi demikian menjadi tidak sehat dan gaduh," ujar TB Hasanuddin.

Dia menuturkan, seorang menteri seharusnya tidak memberikan pernyataan yang menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat. Karena itu, dia meminta Menteri ESDM harus segera mengumumkan ke publik siapa dalang di balik kegaduhan dan keresahan itu.

"Sekalian juga laporkan ke aparat penegak hukum bila benar sudah mencatut nama Presiden, karena itu termasuk pidana penipuan," tandas dia.

Oesman Sapta Odang memberikan keterangan pada panitia World Congress di Ruang Delegasi Parlemen RI, Jakarta, Senin (16/02/2015). Soy Martua Pardede mengundang Pimpinan MPR hadir dalam World Congress of Consuls di Bali. (Liputan6.com/Andrian M Tunay)


Bila Sudirman tidak berani membukanya ke publik, ujar Hasanuddin, maka harus segera dilaporkan bahwa ucapan Sudirman hanya menebar fitnah yang menimbulkan keresahan di lingkungan masyarakat.


Jokowi Cuek


Presiden Jokowi ternyata sudah mengetahui namanya dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dicatut untuk mendapatkan kontrak perpanjangan PT Freeport sejak tiga pekan sebelum keberangkatannya ke Amerika Serikat akhir Oktober lalu.

Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan Presiden Jokowi tak memedulikan hal tersebut.  “Yang jelas, Presiden sama sekali tidak memikirkan dan tidak terlalu mempedulikan hal itu,” ujar Seskab.

Pramono yang juga dikenal sebagai politikus senior PDIP mengatakan, Presiden tak bisa didikte oleh siapa pun termasuk perihal kontrak karya PT Freeport. Walaupun ada beberapa orang mencoba mencatut namanya agar perpanjangan kontrak karya bisa tercapai.

“Presiden sama sekali tidak terpengaruh urusan itu, dan akan mengambil keputusan benar-benar berdasarkan apa yang beliau yakini terhadap persoalan Freeport,” kata Seskab.

Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan ada pihak yang membawa nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden, Jusuf Kalla untuk perpanjangan kontrak dengan PT Freeport.

Hanya saja Sudirman tak menyebut nama ataupun inisial yang bersangkutan. Ia hanya menyebut tokoh tersebut adalah politisi yang cukup ternama.

Kontrak Freeport Indonesia sendiri baru akan berakhir tahun 2019 mendatang. Sesuai Undang-Undang pembicaraan kelanjutan kontrak baru bisa dilaksanakan dua tahun sebelum habis kontrak, yaitu tahun 2017 mendatang. (Dms/Ado)


Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya