Kemenperin Perkirakan Pertumbuhan Industri Non-Migas Stagnan

Realisasi pertumbuhan industri non-migas yang stagnan ini berkebalikan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang mulai membaik.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 13 Nov 2015, 17:05 WIB
Sejumlah kapal menurunkan peti kemas diTanjung Priok, Jakarta (10/11). Badan Pusat Statistik menyebutkan kinerja ekspor Indonesia pada kuartal III 2015 minus 0,69 persen dan impor minus 6,11 persen dibanding tahun lalu. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkirakan pertumbuhan industri nonmigas bakal stagnan tahun ini. Perkiraan didapatkan tersebut setelah melihat realisasi pertumbuhan sektor tersebut sampai akhir kuartal III 2015 kemarin. 

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Syarif Hidayat mengatakan, pada kuartal III tahun ini, pertumbuhan industri non-migas berada pada angka 5,21 persen. Angka tersebut turun dibanding kuartal III tahun sebelumnya yang berada di level 5,73 persen. Selain itu, realisasi tersebut juga di bawah proyeksi kementerian yang berada di level 6,8 persen.

"Kalau melihat sampai akhir kuartal III di 5,2 persen, tidak banyak beranjak dari kuartal I ke kuartal II lalu kuartal III. Tinggal 2 bulan mustahil kalau tiba-tiba melonjak, sementara insentif belum banyak. Kalau optimistis mungkin di 5,5 persen dari awalnya di 6,8 persen," tuturnya, di Jakarta Jumat (13/11/2015).


Syarif mengakui, menurunnya kinerja industri non-migas tak terlepas dari perlambatan ekonomi dunia yang membuat permintaan untuk ekspor menurun. "Faktor eksternal yaitu ekonomi dunia belum membaik. Sebagian pengamat belum melihat adanya perbaikan. Tak hanya Indonesia, perlambatan ini juga membuat negara lain menahan laju ekspornya," tuturnya.

Dari dalam negeri, industri non-migas juga tertekan karena sebagian bahan baku diperoleh dari impor. Hal itu imbas dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Selain itu, permintaan masyarakat juga melambat karena terimbas oleh pelemahan perekonomian. "Daya beli masyarakat mempengaruhi, produksinya mengalami penurunan, pendapatan, daya beli masyarakat menurun," tandas dia.

Realisasi pertumbuhan industri non-migas yang stagnan ini berkebalikan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang mulai membaik. Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2015 sebesar 4,73 persen. Deputi Neraca dan Analisis Statistik BPS, Suhariyanto, mengungkapkan, ‎realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal III ini lebih baik dibanding pencapaian di kuartal sebelumnya. Tercatat, pada kuartal II 2015 pertumbuhan ekonomi RI di level 4,67 persen dan di kuartal I 2015 tercatat 4,72 persen.

"Pertumbuhan ekonomi kuartal III tercatat 4,73 persen. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi sampai kuartal III ini sebesar 4,71 persen. Sementara nilai PDB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) di angka Rp 2.311,2 triliun dan atas dasar harga berlaku (ADHB) di angka Rp 2.982,6 triliun," katanya.

Namun memang, realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut tidak sesuai dengan harapan alias masih lambat. Menurut Suhariyanto, pertumbuhan ekonomi tersebut masih melambat karena tekanan faktor eksternal dan internal. Dari dalam negeri, ada beberapa penyebabnya, seperti nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang melemah pada kuartal III 2015 serta menurunnya realisasi penerimaan pajak.

"Yang membuat lebih tinggi dibanding kuartal I dan II adalah karena belanja pemerintah meningkat, terutama belanja barang 34 persen dan belanja modal naik sampai 58,10 persen. Serta inflasi terkendali 6,83 persen secara tahunan pada September 2015," paparnya.

Dari faktor eksternal, menurutnya, perekonomian Indonesia masih tertekan karena melambatnya ekonomi dunia di kuartal III. Hal itu terjadi akibat pelemahan harga komoditas primer dan ekonomi banyak negara mengalami kontraksi atau tekanan. ‎

"Pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang Indonesia cenderung melemah, seperti ekonomi AS tumbuh 2 persen dari sebelumnya 2,7 persen. Tiongkok pun merosot dengan pertumbuhan 6,9 persen dari 7 persen dan Singapura dengan pelemahan ekonomi dari 1,7 persen menjadi 1,4 persen," kata Suhariyanto. (Amd/Gdn)*

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya