Liputan6.com, Washington - Deteksi dini virus hepatitis C (HCV) mungkin bisa dilakukan lebih mudah lagi berkat penelitian terbaru University of California, Irvine. Para peneliti di sana akhirnya melakukan pengembangan untuk menghapus metode pemindaian dan deteksi virus yang dirasa lebih mahal dan sulit diakses.
Dikutip dari laman Medical Daily, Minggu (15/11/2015) riset ini dipresentasikan dalam pertemuan Asosiasi Amerika untuk Studi Penyakit Hati (AASLD) di San Francisco. "Sistem tes antigen HCV baru kami telah meningkatkan sensitivitas secara signifikan dan spesifisitas keseluruhan tes saat ini," kata pemimpin penelitian Dr Ke-Qin Hu, profesor gastroenterologi dan hepatologi di UC Irvine School of Medicine, dalam siaran pers.
Metode pemindaian hipatitis C terkadang tidak bisa membedakan infeksi aktif dari infeksi sebelumnya, meski cukup sensitif. Deteksi tersebut juga membutuhkan sampel darah untuk dua langkah.
Baca Juga
Advertisement
Pertama, antibodi virus yang spesifik harus dideteksi dalam darah sebelum tes kedua diberikan untuk mengkonfirmasi apakah infeksi aktif atau tidak. Hu mengatakan bahwa banyak negara berkembang tidak dibekali untuk mengelola tes ini dalam dua langkah, terutama langkah kedua.
Di Amerika Serikat sendiri tes ini menghabiskan dana Rp 2,7 juta sekali periksa. Namun, dengan mengambil sampel yang urin, bukan darah, ada potensi untuk mengurangi sumber daya manusia, waktu, dan biaya selama pengujian.
Biasanya, orang-orang dengan infeksi HCV tidak mengalami gejala, sampai kerusakan hati yang lebih serius ternyata sudah berkembang, seperti: fibrosis, sirosis, atau kanker hati, misalnya.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Amerika Serikat menyarankan pemindaian untuk pasien berisiko tinggi, seperti pengguna narkoba suntikan, mereka yang lahir antara tahun 1945 dan 1965, dan individu yang menjalani transfusi darah sebelum 1992.